Hampir
sebagian besar masyarakat di Indonesia mengulas tentang Serangan Umum 1
Maret 1949, sebagai salah satu penyebab menyerahnya Belanda secara total
di Indonesia. Bagi yang lupa dengan sejarah kota Jogjakarta, Serangan
Umum 1 Maret ini adalah sebuah operasi militer TNI untuk menduduki kota
Jogjakarta selama 6 (enam) jam. Kesuksesan operasi militer ini, akhirnya
mendorong Dewan Keamanan PBB untuk mengeluarkan resolusi yang cukup
keras kepada Pemerintah Belanda. Namun terus terang kesuksesan operasi
militer ini, agak dibesar-besarkan oleh Soeharto setelah ia menjadi
Presiden RI. Namun dari berbagai dokumen yang sekarang mulai terungkap,
ada alasan-alasan lain kenapa Pemerintah Belanda mulai secara serius
akhirnya meninggalkan Indonesia. Salah satu alasan tersebut adalah
karena adanya 2(dua) peristiwa pembunuhan berikut.
Peristiwa Pembunuhan Jendral Simon Spoor
Pada
hari Jumat 20 Mei 1949, Pimpinan tentara Belanda yang tertinggi di
Indonesia, Jendral Simon Spoor, sang arsitek operasi militer ”Operatie
Product” dan ”Operatie Kraai”, merayakan promosinya menjadi bintang
empat di salah satu restoran pinggir laut dekat Tanjung Priok. Ia
mengundang puluhan tamu dan sahabatnya untuk makan siang bersama, sambil
menikmati udara cerah kota Jakarta. Jendral Spoor duduk semeja dengan
ajudannya Kapten Smulders dan juga pendeta sahabatnya Veerhoven. Para
tamu menikmati makanan sambil tertawa riang di hari Jumat yang cerah
tersebut. Tidak ada kesan bahwa Jendral Spoor, Kapten Smulder ataupun
Pendeta Veerhoven saat itu sedang sakit.
Namun
setelah makan siang mendekati selesai, tiba-tiba ketiga orang di meja
Jendral Spoor mendadak memegang perut mereka masing-masing, lalu
langsung tersungkur di mejanya dan bahkan ada yang terjatuh dari
kursinya. Kapten Smulders secara darurat dilarikan ke rumah sakit dan
menderita koma selama berhari-hari. Pendeta Veerhoven, juga terpaksa
di-evakuasi ke kapal ”Big Dipper” untuk dikirim ke Belanda agar bisa
dirawat secara intensif. Sedangkan Jendral Spoor tidak terselamatkan dan
meninggal beberapa hari kemudian. Anehnya, seluruh tamu di restoran
tersebut, tidak ada satupun yang menderita sakit. Pemerintah Belanda,
kala itu merahasiakan penyebab kematian Jendral Spoor, dan menyatakan
bahwa ia meninggal karena terkena serangan jantung. Namun akhir-akhir
ini hampir semua ulasan sejarah menyatakan bahwa kematian Jendral Spoor,
adalah kemungkinan besar akibat diracun. Sayang tubuh Jendral Simon
Spoor tidak sempat di-autopsi, sebelum ia dikebumikan di Pemakaman
Menteng Pulo. Dikanan adalah foto terakhirnya pada tanggal 9 Mei 1949,
sewaktu Spoor memberikan penghargaan Bintang jasa ”Singa perunggu”
kepada Sersan Polisi Lelealu (seorang KNIL) di Jakarta.
Peristiwa Pembunuhan Rob Aernout dan Hubungannya Dengan Kematian Jendral Spoor
Letnan
Muda Angkatan Laut Rob Aernout adalah seorang Polisi Rahasia Belanda
yang ditugaskan secara khusus ke Indonesia. Tugas rahasia ini tidak
pernah ia ungkapkan kepada siapapun sampai ia tertembak mati di Kampung
Genteng. Lembang pada tanggal 28 Februari 1948. Lalu apa hubungan
pembunuhan Letnan Aernout dan kematian Jendral Spoor?
Dari
berbagai dokumen yang saat ini sudah bisa dengan mudah dibaca. Letnan
Aernout rupa-rupanya ditugaskan ke Indonesia untuk menyelidiki kasus
korupsi massal yang melibatkan para petinggi-petinggi Pemerintah Belanda
di Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, para petinggi tersebut adalah
Gubernur Jendral Belanda HJ Van Mook, bersama Jendral Meyer dan Jendral
De Waal. Kedua Jendral ini adalah anak buah tertinggi Simon Spoor dalam
jajaran hirarki organisasi militer Belanda di Indonesia. Dari berbagai
penyelidikan, para petinggi-petinggi Belanda ini melakukan beragam
kegiatan penjualan senjata gelap, penyelundupan candu, melenyapkan
mutiara maupun berlian dari kapal rampasan, melakukan penyelundupan
gula, serta banyak lagi kejahatan-kejahatan korupsi lainnya.
Lalu
kenapa Jendral Spoor harus dibunuh ? Rupa-rupanya Spoor pada
pertengahan tahun 1948, sedang memberikan kesaksian kepada Komisi
Penyelidikan Zaaijer, yang melakukan investigasi terhadap mewabahnya
kasus-kasus korupsi oleh para petinggi Belanda di Indonesia. Spoor yang
sebelumnya adalah kepala Angkatan Laut Belanda di Indonesia, membeberkan
keserakahan bahwa para Jendral-jendral bawahannya, terus mencari
keuntungan pribadi, dengan memanfaatkan kapal-kapal perang Belanda.
Menurut berbagai informasi, sebagian besar pembeberan ini dilakukan
Jendral Spoor, dengan memakai bukti-bukti yang diperoleh dari
penyelidikan Letnan Muda Angkatan laut Rob Aernout. Itulah mungkin
kenapa kedua orang ini harus dieliminasi. Di Negeri Belanda, Skandal ini
lebih dikenal dengan nama ”De Zaak Arneout” atau ”Kasus Aernout”. Foto
dikiri adalah cover buku laris yang mengulas tentang kasus ini.
Peran Louis Joseph Maria Beel
Pada
tanggal 29 Oktober 1948, karena berita tentang kasus korupsi Gubernur
Jendral Van Mook semakin melebar, akhirnya pemerintah Belanda mengganti
Van Mook dengan Lous Joseph Maria Beel (foto dikanan sedang duduk).
Pemerintah Belanda tidak tanggung-tanggung untuk menurunkan mantan
Perdana Menterinya, sebagai Gubernur Jendral di Indonesia. Namun Beel
rupa-rupanya tidak ingin menjadi Gubernur Jendral yang ”kotor” seperti
Van Mook, ia adalah seseorang yang mempunyai integritas tinggi dan
justru menjuluki jabatannya sebagai Komisaris Tinggi, bukan Gubernur
Jendral lagi sebagaimana yang dipakai Van Mook. Beel-lah yang akhirnya
ikut membidani penanda-tanganan gencatan senjata pada tanggal 7 Mei
1949, antara wakil Indonesia Moh Roem dan wakil Pemerintah Belanda Van
Royen. Perjanjian ini nantinya lebih dikenal dengan nama perjanjian
”Roem-Royen”.
Dengan
perjanjian ”Roem-Royen”, Belanda menyetujui untuk keluar dari kota
Jogjakarta. Para pimpinan tertinggi Indonesia-pun harus dibebaskan oleh
pemerintah Belanda. Sebaliknya di pihak Indonesia, TNI diminta untuk
menghentikan serangan-serangan gerilyanya kepada tentara Belanda. Dari
berbagai tulisan sejarah, rupa-rupanya selain kasus korupsi yang
melemahkan mental juang para tentara Belanda di Indonesia, gempuran
operasi gerilya TNI juga terus mengakibatkan korban tentara Belanda yang
semakin meningkat. Sehingga banyak tentara Belanda, yang sebenarnya ke
Indonesia karena wajib militer (bukan secara sukarela), terpaksa
melakukan desersi. Itulah sebenarnya misi-misi utama Komisaris tinggi
Beel. Beel mengakhiri tugasnya pada tanggal 18 Mei 1949. Dua hari
kemudian, Jendral Spoor diracun dan kemudian meninggal. Sehingga
berakhirlah riwayat sang Jendral Belanda, musuh bebebuyutan Jendral
Soedirman.
Epilog
Pada
tahun-tahun berikutnya, ”Skandal Aernout” ternyata sulit untuk
dibuktikan. Dari berbagai persidangan militer, diperoleh penyataan dari
para saksi bahwa Aernout dibunuh oleh para pejuang Indonesia di Lembang,
dan bukan di-eliminasi oleh sesama tentara Belanda yang kecewa dengan
”nyanyian” Aernout kepada Jendral Spoor. Peristiwa peracunan Jendral
Spoor di Tanjung Priok, akhirnya juga sulit untuk dicari siapa
inisiatornya. Tetapi yang jelas, berkat kejadian-kejadian rumor skandal
korupsi, di jajaran para petinggi Belanda, mengakibatkan mental
bertempur tentara Belanda semakin melemah. Resolusi Dewan Keamanan PBB,
desersi pasukannya akibat operasi gerilya TNI, dan juga keruwetan
mengelola tentaranya di Indonesia, mendorong Pemerintah Belanda untuk
akhirnya meninggalkan kota Jogjakarta pada Mei 1949, dan negeri
Indonesia selama-lamanya pada akhir tahun 1949 (kecuali Irian Barat).
Sumber: http://www.triharyo.com
0 komentar:
Posting Komentar