Kata
Kerinci pertama kali dikenal pada awal tahun Masehi. Kata “Kerinci”
diinterpretasikan pada banyak teori, baik yang dihasilkan melalui
penelitian hingga cerita yang berkembang di masyarakat yang tidak
memiliki argumen yang jelas. Teori-toeri berikut menjelaskan arti kata
Kerinci:
Gunung Kerinci Dilihat Dari Satelit |
Bila
ditinjau dari segi bahasa, Kerinci berasal dari kata “kerin” dan “ci”.
Bahasa Austronesia yang masuk ke India (Sanskerta) kata “krin/kerin”
atau “khin” berarti hulu, sedang kata “ci” atau “cai” berarti sungai,
sehingga Krinci atau Kerinci mengandung arti hulu sungai, bila dilihat
dari letak Kerinci yang berada di daerah pegunungan dan merupakan
hulu-hulu sungai yang mencakup Sungai Batang Merangin, Sungai Batang
Asai, dan lainnya.
Mc
Kinnon (1992) menyebutkan bahwa kata Kerinci diduga berasal dari kata
“Kurinci” (bahasa Tamil) yang berati sebuah daerah pegunungan, dengan
alasan orang India dari suku bangsa Tamil (Hindu) pada awal abad pertama
Masehi telah berhubungan dengan penduduk yang berdiam di pedalaman dan
disepanjang Pantai Barat dan Timur Sumatra yang saat itu tidak jauh dari
Kerinci. Dalam perniagaan, bangsa Tamil memanggil orang-orang dari
dataran tinggi pegunungan dengan sapaan Kurinci.
Kondisi
alam Kerinci menyebabkan daerah ini dikelompokkan menjadi Kerinci
Rendah dan Kerinci Tinggi. Kerinci Rendah berada pada bagian timur
pegunungan Bukit Barisan (sekarang Kabupaten Merangin), sedangkan
Kerinci Tinggi yang sekarang Kabupaten Kerinci merupakan daerah-daerah
yang berada pada bagian barat pegunungan Bukit Barisan
Orang
Kerinci yang menghuni Kabupaten Kerinci sekarang adalah keturunan suku
bangsa Melayu Tua yang menetap sejak zaman Neolitikum (8.000-7.000 tahun
silam) atau mungkin jauh sebelumnya. Kerinci pernah di bawah kekuasaan
Kerajaan Dharmasraya dan Pagaruyung (Sumatera Barat), juga di bawah
Kerajaan Inderapura (pantai barat, kini Pesisir Selatan, Sumatera
Barat), dan Kesultanan Jambi. Namun kekuasaan terhadap Kerinci lebih
kepada perlindungan dengan membayar upeti.
Kerinci
memiliki kebudayaan, termasuk bahasa dan aksara Kerinci.Uli Kozok, ahli
aksara kuno Sumatera asal Jerman, pernah menemukan di Kerinci naskah
Melayu tertua abad ke-14 yang berasal dari Kerajaan Dharmasraya, zaman
Adityawarman.
Kerinci adalah Sisa Peradaban Atlantis
Prof.
Arysio Nunes Dos Santos menerbitkan buku yang menggemparkan : “Atlantis
The Lost Continents Finally Found”. Dimana ditemukannya ? Secara tegas
dinyatakannya bahwa lokasi Atlantis yang hilang sejak kira-kira 11.600
tahun yang lalu itu adalah di Indonesia.
Peradaban tersebut hal tersebut diamini oleh Profesor Stephen Oppenheimer menulis buku Eden
in The East: Benua yang Tenggelam di Asia Tenggara, Menurut dia,
satu-satunya dongeng yang menyebar luas di dunia secara merata adalah
kisah banjir Nabi Nuh dengan segala versinya. Umat Islam, Kristen dan
Yahudi tentu mendapatkan kisah banjir Nuh dari kitab suci
masing-masing.Namun, bagaimana dengan masyarakat pra Islam, Kristen dan
Yahudi? Misalnya saja bangsa Sumeria,Babilonia, India, Yunani. Mereka pun ternyata punya kisah banjir bandang yang menenggelamkan seluruh daratan.
Buku
Eden in The East setebal 814 halaman ini, separuhnya dihabiskan
Oppenheimer untuk membedah dongeng-dongeng ini. Oppenheimer mencatat ada
sekitar 500 kisah soal banjir di seluruh dunia. Dari Indiasampai
Amerika, dari Australia
sampai Eropa.Tokoh utamanya pun berubah-ubah. Agama samawi menyebutnya
Nuh, atau Noah. Bangsa Mesopotamia menyebut sang jagoan adalah
Utanapishtim, di Babilonia kuno disebut Athrasis, orang India kuno menyebutnya Manu.
Nama boleh beda, namun inti ceritanya sama. Ada
banjir besar yang menenggelamkan daratan, sang tokoh utama
menyelamatkan diri dengan perahu, atau kapal besar. Dia pun tidak lupa
membawa hewan-hewan. Kapalnya nanti mendarat di gunung dan sang tokoh
utama bersama keluarga atau pengikutnya melanjutkan kehidupan mereka
yang baru.
Oppenheimer
pun mengungkapkan, kisah-kisah banjir lebih banyak lagi terdapat di
Asia Tenggara. Variasinya sangat bermacam-macam pada berbagai suku
pedalaman di Indonesia, Malaysia, Filipina dan pulau-pulau di Polinesia.
Tingkat
keberagaman cerita banjir di kawasan ini pun membuat Oppenheimer
berteori, kalau bangsa yang terpaksa berimigrasi akibat banjir besar,
tinggal di Indonesia
dan sekitarnya. Semua kisah banjir ini menurut Oppenheimer adalah bukti
kalau banjir besar di penghujung Zaman Es ini adalah benar adanya.
Suku
Kerinci Pada saat terjadinya bencana yang menenggelamkan Atlantis
berhasil selamat dikarenakan mereka berada di daratan tinggi yaitu
puncak gunung kerinci sehingga terhindar dari bencana tersebut.
Suku Kerinci Adalah Ras Tertua, lebih tua dari Suku Inka
Suku Kerinci Adalah Ras Tertua, lebih tua dari Suku Inka
Peneliti
antropologi urban dari Universitas Diponegoro Radjimo menyatakan suku
Kerinci yang mendiami dataran tinggi bukit barisan di sekitar Gunung
Kerinci ternyata lebih tua dari suku Inka, Indian di Amerika.
"Dari
sebuah kesimpulan riset Dr Bennet Bronson peneliti dari AS bersama Tim
Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional Jakarta pada 1973, yang saya
baca malah berpendapat bahwa suku Kerinci bahkan jauh lebih tua dari
suku Inka (Indian) di Amerika," katanya, di Jambi, Sabtu (21/5).
Hal
itu berarti suku Kerinci tidak hanya lebih tua dari proto-melayu. Suku
Indian Inka sendiri adalah suku yang salah satu ramalan purbanya tentang
kiamat 2012 jadi inspirasi film Hollywood yang menghebohkan pada 2009 lalu. Suku India Inka diyakini sebagai suku purba yang telah memiliki peradaban tinggi.
Radjimo mengungkapkan, salah satu pembuktian yang dikemukakan tim Bennet Bronson
itu
adalah tentang manusia Kecik Wok Gedang Wok. Ia merupakan suku pertama
yang telah mendiami dataran tinggi Kerinci lebih dari 10.000 tahun lalu
itu. Suku itu belum mempunyai nama panggilan secara individu sampai
masuknya suku Proto-Melayu.
"Sedangkan
suku Indian Inka di Amerika yang sebelumnya dianggap sebagai salah satu
suku dan ras tertua di dunia diketahui pada zaman yang sama sudah
memiliki nama, seperti Big Buffalo (Kerbau Besar), Little Fire (Api
Kecil) dan lainnya," terang Radjimo.
Maka
saat itulah pula terjadi perpindahan etnis ini dari satu tempat ke
tempat lain pada Alam Melayu seperti perpindahan Proto Malaiers (Melayu
Tua) ke Alam Kerinci.
Menurut
Kern, alam Kerinci saat itu telah didiami oleh manusia, dan mereka
penduduk pribumi inilah yang disebut sebagai Kecik Wok Gedang Wok.
Namun,
saat itu jumlah Proto-Melayu yang lebih dominan dari Kecik Wok Gedang
Wok menyebabkan kaum pribumi tersebut secara perlahan menjadi lenyap
dalam percampuran darah antara pendatang dan pribumi.Kelompok inilah
yang selanjutnya berkembang dan menjadi nenek moyang orang Kerinci
modern hingga generasi saat ini.Hal lain yang sering dijadikan sampel
penelitian oleh pada peneliti tersebut adalah keragaman bahasa dan
dialek di Kerinci. Dengan bahasa yang sangat beragam, sekitar 135 buah
dialek, yang dipakai hanya di sepanjang lembah, memperumit penelitian
etnografi.
Beberapa
penelitian menyebutkan bahawa orang Kerinci termasuk kelompok suku
bangsa asli yang mula-mula ada di Sumatra.Kelompok suku bangsa ini
kemudian dikenal dengan Kecik Wok Gedang Wok yang diduga telah berada di
wilayah Alam Kerinci semenjak 10.000 tahun silam (Whitten, 1987).
Uli
Kozok, seorang ahli filologi dari Hawaii University Amerika Serikat,
dalam risetnya menyimpulkan naskah melayu tertua di dunia ada di
Kerinci. “Dalam kesimpulan riset dari riset yang dilakukannya di tiga
negara yakni Indonesia, Malaysia dan Belanda, filolog Dr Uli Kozok
menyimpulkan bahwa naskah Melayu tertua ada di Kerinci, tepatnya di Desa
Tanjung Tanah,” kata Nukman SS di Jambi (30/4).
Naskah
tersebut, kata dia, menurut riset Uli Kozok ternyata jauh lebih tua 200
tahun dibanding dengan naskah surat raja Ternate yang sebelumnya
dinyatakan sebagai naskah melayu tertua di dunia. Naskah kitab
undang-undang Tanjung Tanah diperkirakan dikeluarkan pada abad 14.
Menurut
Nukman, kesimpulan Uli Kozok tersebut juga didasari atas uji radio
karbon yang dilakukan pihaknya di Wellington, Selandia Baru atas sampel
bahan kertas Daluang (samakan kulit kayu) yang digunakan untuk penulisan
naskah itu.
“Uli
Kozok dari hasil uji radio karbon yang sangat akurat prediksinya itu
menegaskan kalau Daluang yang digunakan untuk media penulisan naskah
tersebut bisa dipastikan ditebang pada rentang waktu antara abad 12
hingga 13,” katanya.
Dari
usia itulah, menurut dia dapat diprediksikan penulisan naskah itu pun
berkisar tidak jauh dari abad itu, maksimal pada abad ke 14 naskah itu
telah dibuat.Sesuai catatan sejarah pula, kata dia kalau pada masa itu
Kerajaan Melayu yang beribukota di Darmasyaraya (sebuah kabupaten
pemekaran Sumbar, tetangga dekat kabupaten Kerinci) diperintah oleh Raja
Adityawarman, itu sedang pada masa puncak kejayaannya.
Prediksi
umur naskah Kitab Undang-undang Tanjung Tanah itu pun juga berdasarkan
pada analisa jenis aksara yang digunakan.Meskipun diketahui Kerinci
sudah dari masa sebelumnya telah memiliki aksara sendiri, yakni aksara
Incoung, namun empunya yang menuliskan kitab tersebut menggunakan aksara
pasca-Pallawa, bukan aksara Pallawa dan bukan pula aksara Jawa kuno.
“Karena
itu, Uli Kozok menyimpulkan naskah tersebut pasti dikeluarkan oleh
pihak kerajaan yakni raja Adityawarman, yang tengah gencarnya membangun
imej pemerintahannya sendiri mengingat pada masa itu adalah era mulai
melemahnya pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu-Budha besar di pulau Jawa,”
katanya.
Aksara
Incoung, kata dia meskipun telah menjadi aksara asli yang sudah
digunakan secara umum oleh masyarakat Kerinci masa itu, namun bagi pihak
kerajaan aksara itu dianggap aksaranya kaum Sudra atau rakyat
jelata.Orang luar Kerinci menyebut aksara itu sebagai Surat Ulu, yang
artinya aksara dari pedalaman sebagaimana posisi Kerinci sendiri yang
memang berada di pedalaman Bukit Barisan.
“Oleh
karena itu, menurut Uli Kozok penggunaan aksara itu tidak terlepas dari
politik Adityawarman sendiri yang sangat terobsesi untuk membangun
kerajaannya sendiri yang mandiri hingga mampu melepaskan diri dari
pengaruh kerajaan besar di Jawa, maka dia menggunakan aksara sendiri
yang berakar dari aksara Pallawa dan Jawa, daerah yang sebelumnya
menjadi tempat tinggalnya dan menimba ilmu,” kata Nukman.
Peneliti kebudayaan Kerinci Iskandar Zakaria mengungkapkan, keberadaan suku Kerinci provinsi Jambi yang menghuni dataran tinggi puncak Andalas pebukitan barisan jauh lebih tua dari Proto-Melayu yang dianggap sebagai suku Melayu tertua.kata peneliti kebudayaan Kerinci kelahiran Sumbar, Iskandar Zakaria, di Kerinci.
Peneliti kebudayaan Kerinci Iskandar Zakaria mengungkapkan, keberadaan suku Kerinci provinsi Jambi yang menghuni dataran tinggi puncak Andalas pebukitan barisan jauh lebih tua dari Proto-Melayu yang dianggap sebagai suku Melayu tertua.kata peneliti kebudayaan Kerinci kelahiran Sumbar, Iskandar Zakaria, di Kerinci.
a
mengatakan, dari bukti temuan artefak purbakala yang berhasil ditemukan
dan selama 40 tahun sesungguhnya suku Kerinci itu jauh lebih tua dari
Proto-Melayu itu sendiri.
Tidak
hanya pihaknya berkeyakan tentang apa yang tercantum dalam salah satu
Sko (benda pusaka) berupa tambo adat dan silsilah suku Kerinci yang
dirisetnya.
Ketika
pada ribuan tahun sebelum Masehi kedatangan gelombang pertama para
imigran suku Proto-Melayu dari Yunan China Selatan atau Hindia belakang
ke puncak andalas.
Saat
itu rombongan para pedatang sudah menemukan adanya manusia di daerah
tersebut, tepat di sekitar gunung berapi yang diyakini itu adalah gunung
Kerinci.
Tidak
hanya itu, manusia purba di Kerinci itupun dikatakan memiliki
pengetahuan dan peradaban lebih tinggi dari mereka, suku setempat
tersebut sudah mengenal api dan mampu mengolah memanfaatkan besi atau
logam.
''Dikisahkan,
konon saat itu orang pertama atau penduduk pribumi itu menggunakan kayu
Siegie (Pinus Merkusi, Strain Kerinci) yang memang mengandung getah
minyak yang bisa terbakar sebagai obor. Begitu juga mata tombak yang
dari batu dan logam. Karena itu mereka bisa membangun artefak batu
menjadi sarana berbagai keperluan, seperti untuk altar persembahan,
untuk peristirahatan dan lainnya,'' papar Iskandar.
Salah
satu bentuk artefak peninggalan zaman Megalitikum tersebut adalah
batu-batu berupa dudukan kursi, bangku, batu pintu atau menyerupai
gapura, Tungku atau altar dan sarkofagus yang kesemuanya diperkirakan
hanya melalui proses pemahatan sangat sederhana dan kasar.
Batu-batu
tersebut ditemukan banyak tersebar di daerah berbukit-bukit atau
dataran tinggi di berbagai kecamatan dalam kabupaten Kerinci maupun kota
Sungaipenuh seperti di kecamatan Gunung Raya, Keliling Danau, Batang
Merangin, Sitinjau Laut, Danau Kerinci, Kumun-Debai.
Kondisi demikian meliputi desa-desa seperti di Muak, Benik, Jujun, Pulau Sangkar di Gunung Raya, Hiang Tinggi, di dan di Kumun.
Dalam
perjalanan perkembangan peradaban berikutnya lebih muda dapat ditemukan
pula batu-batu Seilindrik dan batu bergambar, juga menhir-menhir dan
goa-goa.
Semua itu diyakini dari perkakas yang digunakan sudah semakin maju berupa kapak, pahat, baji dan beliung dari besi.
Bahkan,
tambahnya, dengan benda-benda purbakala itu sebagian masyarakat adat di
Kerinci berani beranggapan kalau sesungguhnya mereka dulunya adalah
salah satu dari keturunan sepasang umat nabi Nuh AS yang diturunkan dari
kapalnya di dataran tinggi Kerinci ketika air laut telah mulai surut,
agar untuk membangun peradaban di kawasan tersebut.
Terungkapkannya
fakta adanya temuan gigi dan fosil dalam ukuran raksasa diduga milik
manusia atau makluk purba "Homo Kerinciensis" yang ditemukan warga di
desa Kumun Hilir kecamatan Kumun-Debai tiga kilometer dari pusat kota
Sungaipenuh belakangan ini semakin memperkuat asumsi dugaan dan
perkiraan itu.
''Kalau
temuan fosil dan gigi tersebut berhasil disimpulkan laboratorium
kepurbakalaan Jakarta, maka sudah dapat dipastikan itu adalah salah satu
bukti dan fakta kuat bagi mata rantai peradaban tua suku Kerinci yang
diyakini jauh lebih tua dari Proto Melayu,'' terangnya.
Ia
memperkirakan terjadi pada rentang waktu beberapa abad sebelum Masehi,
sedangkan suku purba Kerinci sudah mendiami daratan tersebut ribuan
tahun sebelumnya.
''Saya
sudah menelaah tentang hal ini selama hampir 40 tahun, belasan buku
telah saya susun sebagai gambaran kesimpulan sementara saya, tapi hingga
kini saya akui masih belum mampu membuat kesimpulan akhir, karena
berbagai keterbatasan perangkat riset yang saya lakukan,'' tandasnya.
Situs Kerinci Pantas Jadi Warisan Dunia
Jauh sebelum Indonesia merdeka, Kerinci merupakan kawasan yang telah memiliki kekuasaan politik tersendiri. Sebelum Belanda masuk Kerinci mencatat tiga fase sejarahnya yaitu: Periode Kerajaan Manjuto atau Kerajaan Pamuncak Nan Tigo Kaum, Periode Depati dan Periode Depati IV Alam Kerinci. Kerajaan Manjuto meru[akan sebuah kerajaan yang berada di antara Kerajaaan Minangkabau dan Kerajaan Jambi, beribukotakan di Pulau Sangkar. Berikutnya, pada dua periode Depati, Pulau Sangkar dan Kayu Aro memainkan peran sentral sebagai salah satu dari empat pusat kekuasaan di Kerinci
Jauh sebelum Indonesia merdeka, Kerinci merupakan kawasan yang telah memiliki kekuasaan politik tersendiri. Sebelum Belanda masuk Kerinci mencatat tiga fase sejarahnya yaitu: Periode Kerajaan Manjuto atau Kerajaan Pamuncak Nan Tigo Kaum, Periode Depati dan Periode Depati IV Alam Kerinci. Kerajaan Manjuto meru[akan sebuah kerajaan yang berada di antara Kerajaaan Minangkabau dan Kerajaan Jambi, beribukotakan di Pulau Sangkar. Berikutnya, pada dua periode Depati, Pulau Sangkar dan Kayu Aro memainkan peran sentral sebagai salah satu dari empat pusat kekuasaan di Kerinci
Tetapi
semenjak Belanda mulai menduduki Kerinci pada 1914, peran sentral kayu
aro secara politik pemerintahan mulai mengalami penyusutan. Ketika
Belanda menetapkan Kerinci sebagai sebuah afdelling dalam kekuasaaan
Karesidenan Jambi (1904) maupun di bawah Karesidenan Sumatera Barat
(1921) dan ketika Kerinci menjadi sebuah kabupaten sendiri dalam wilayah
Propinsi Jambi (pada 1958), Pulau Sangkar hanyalah sebuah ibukota
kemendapoan (sebuah unit pemerintahan setingkat di bawah kecamatan dan
setingkat di atas desa).
Asal Muasal Kata Pondok Tinggi, Sungaipenuh, Dusun Baru dan Kampung Terendam
Pada
masa purba danau kerinci sangat luas sekali,dan sangat banyak sekali
sungai yang bermuara disana sehingga pada saat itu daerah dinamakanlah Sungaipenuh
orang-orang pada saat itu masih sering banjir yang diakibatkan sering
meluapnya sungai-sungai sekitar maka penduduknya tinggal didaerah tinggi
yang sekarang dinamakan Pondok tinggi. pada saat ini
danau kerinci banyak dijadikan sawah seperti daerah hiang, tanah
kampung,tanjung pauh, sitinjau laut dll. Coba Anda perhatikan hasil foto
dari Google Earth di samping terlihat bahwa warna danau berwarna Hitam
yang menandakan sangat dalam sedangkan terdapat warna abu-abu yang
menandakan aliran sungai Sewaktu-waktu air sungai yang sering meluap
menyebakan beberapa kampung yang tinggal didaerah dekat danau daerah
hiang, tanah kampung,tanjung pauh, sitinjau laut dll membuat rumah
secara bertingkat karena selain untuk menghindari binatang buas, juga
untuk terhindar dari banjir malah di daerah hiang terdapat kampung yang
bernama Kampung Terendam karena pada jaman dulunya selalu
tergenang air. Setelah beberapa tahun air mulai menyusut orang-orang
yang berada di daerah pondok tinggi juga mulai bermigrasi kedaerah hilir
yang kini di sebut dengan Dusun Baru.
Nenek moyang orang Kerinci selalu membuat pemukiman pada daerah-daerah yang subur yang sering disebut talang, dusun, koto. Perkembangan pemukiman ini diperkirakan terjadi pada zaman Sugindo. Pada masa Sugindo, perkembangan kehidupan masyarakat sudah jauh lebih maju, mereka sudah mulai hidup menetap.
Mengacu pada tempat penemuan benda-benda peninggalan sejarah, maka diketahui pemukiman-pemukiman yang pernah dibuat nenek moyang pada zaman dulu di antaranya terletak di:
Lokasi dusun purba telah tum banyak dusun yang terbentuk sec bertahap dalam selang waktu yg cukup lama, sebagai contoh :
Waspadai Banjir
Tau gak kenapa pemerintah Kabupaten pada jaman dahulu membangun Kantor Bupati, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan, terminal dlll dibangun diatas bukit kenapa tidak didaerah kumun ? jawabannya karena taku banjir. Demikian pula setelah diadakan pemekaran wilayah menjadi Kota Sungaipenuh dan Kabupaten Kerinci, Kantor Walikota dibangun di daerah perbukitan, sedangkan komplek perkantoran Kabupaten Kerinci dibangun di daerah Siulak karena jawabannya sama takut banjir, masih ingatkah tahun 2010 (pada saat itu Awak tinggal di sungai akar ) lalu terjadi banjir bandang yang melanda daerah sungai akar ? bukan tidak mungkin jika banjir tersebut akan terulang, malah bisa saja lebih besar, coba Anda bayangkan jika danau kerinci meluap lagi setinggi 3 meter, niscaya daerah yang dulunya danau seperti tanah kampung, hiang, kumun akan mengakibatkan tenggelam sehingga danau kerinci menjadi danau raksasa lagi.
Wallahu alam penulis bukan menakut-nakuti tetapi sekedar mengingatkan uhang kincai untuk lebih berhati-hati dan mari kita jaga hutan kerinci supaya tidak terjadi banjir.
Kapal Nabi Nuh Terbuat dari Kayu Jati Jawa
Kapal Nabi Nuh Diduga Berasal dari Nusantara? SEJAK ditemukannya situs kapal Nabi Nuh AS oleh Angkatan Udara Amerika serikat, tahun 1949, yang menemukan benda mirip kapal di atas Gunung Ararat-Turki dari ketinggian 14.000 feet (sekitar 4.600 M). dan di muat dalam berita Life Magazine pada 1960, saat pesawat Tentara Nasional Turki menangkap gambar sebuah benda mirip kapal yang panjangnya sekitar 150 M.
Nenek moyang orang Kerinci selalu membuat pemukiman pada daerah-daerah yang subur yang sering disebut talang, dusun, koto. Perkembangan pemukiman ini diperkirakan terjadi pada zaman Sugindo. Pada masa Sugindo, perkembangan kehidupan masyarakat sudah jauh lebih maju, mereka sudah mulai hidup menetap.
Mengacu pada tempat penemuan benda-benda peninggalan sejarah, maka diketahui pemukiman-pemukiman yang pernah dibuat nenek moyang pada zaman dulu di antaranya terletak di:
- Di sekitar Gunung Masurai, Danau Depati Empat (Danau Besar), Danau Pauh. Diperkirakan daerah-daerah ini merupakan lokasi Dusun Purba, Renah Punti, Talang Menggala, Muara Penon, Durian Tinggi dan Sungai Kuyung. Kelima dusun itu diperkirakan berada di sekitar daerah Serampas dan Sungai Tenang Kecamatan Jangkat dan di sekitar daerah itu diperkirakan juga terdapat Dusun Purba Koto Mutun, Renah Lipai Tuo, Pelegai Panjang yang berada dalam Kecamatan Muara Siau.
- Di sebelah Selatan Danau Kerincisekitar Dusun Muak sekarang terdapatDusun Purba Jerangkang Tinggi.
- Di sebelah tepi barat Danau
- Kerinci sekitar Dusun Jujun dan Benik sekarang.
- Di dataran Tinggi di atas Kota Sungai Penuh, di antara Bukit Mejid dan Bukit Koto Tinggi, di sekitar daerah Koto Pandan sekarang.
- Di sekitar perbukitan di atas Dusun Kumun sekarang
- Di sekitar perbukitan di atas Sungai Liuk diperkirakan tempat dusun purba Koto Bingin
- Di sekitar perbukitan di atas Simpang Belui dan Semurup diperkirakan tempat dusun purba Koto Limausering.
- Di sekitar Dusun Hiang diperkirakan terdapat dusun purba Koto Jelatang.
Lokasi dusun purba telah tum banyak dusun yang terbentuk sec bertahap dalam selang waktu yg cukup lama, sebagai contoh :
- Dari Dusun Purba JE RA KANG TINGGI melahirkan Du; Pulau Sangkar, Sanggaran Agung, Juj Pulau Tengah, Siulak Mukai dan Peng
- Dari Dusun Pulau Sangl kemudian pindah ke utara melahir 1 Dusun Lekuk 33 Tumbi yang kemud berubah nama menjadi Dusun Terutu Sebagian berpindah ke arah ba melahirkan Dusun Lekuk 50 Tumbi a Dusun Lempur sekarang. Dari dus Pulau Sangkar melahirkan Dus Pondok, Muak, Lolo, Lubuk Pai Keluru, Semerap.
- Dari Dusun Sanggaran Agu berkembang menjadi Dusun Tanju Pauh Mudik, Pondok Siguang, Tanju, Pauh Hilir, Talang Kemulun.
- Dari Dusun Pengasi berkembai menjadi Dusun Pulau Pandan, Pendui Talang Genting, Tebing Tinggi, Selema Tanjung Batu, Pidung. Untuk Selema sebagian penduduknya berasal da Dusun Purba Koto Jelatang.
- Dari Dusun Pulau Tenga berkembang menjadi Dusun Koto Ti dan Koto Dian.
- Dari Dusun Jujun berkem ban menjadi Dusun Benik.
Waspadai Banjir
Tau gak kenapa pemerintah Kabupaten pada jaman dahulu membangun Kantor Bupati, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan, terminal dlll dibangun diatas bukit kenapa tidak didaerah kumun ? jawabannya karena taku banjir. Demikian pula setelah diadakan pemekaran wilayah menjadi Kota Sungaipenuh dan Kabupaten Kerinci, Kantor Walikota dibangun di daerah perbukitan, sedangkan komplek perkantoran Kabupaten Kerinci dibangun di daerah Siulak karena jawabannya sama takut banjir, masih ingatkah tahun 2010 (pada saat itu Awak tinggal di sungai akar ) lalu terjadi banjir bandang yang melanda daerah sungai akar ? bukan tidak mungkin jika banjir tersebut akan terulang, malah bisa saja lebih besar, coba Anda bayangkan jika danau kerinci meluap lagi setinggi 3 meter, niscaya daerah yang dulunya danau seperti tanah kampung, hiang, kumun akan mengakibatkan tenggelam sehingga danau kerinci menjadi danau raksasa lagi.
Wallahu alam penulis bukan menakut-nakuti tetapi sekedar mengingatkan uhang kincai untuk lebih berhati-hati dan mari kita jaga hutan kerinci supaya tidak terjadi banjir.
Kapal Nabi Nuh Terbuat dari Kayu Jati Jawa
Kapal Nabi Nuh Diduga Berasal dari Nusantara? SEJAK ditemukannya situs kapal Nabi Nuh AS oleh Angkatan Udara Amerika serikat, tahun 1949, yang menemukan benda mirip kapal di atas Gunung Ararat-Turki dari ketinggian 14.000 feet (sekitar 4.600 M). dan di muat dalam berita Life Magazine pada 1960, saat pesawat Tentara Nasional Turki menangkap gambar sebuah benda mirip kapal yang panjangnya sekitar 150 M.
Penelitian dan pemberitaan tentang dugaan kapal Nabi Nuh AS (The Noah’s
Ark) terus berlanjut hingga kini. Seri pemotretan oleh penerbang
Amerika Serikat, Ikonos pada 1999-2000 tentang adanya dugaan kapal di
Gunung Ararat yang tertutup salju, menambah bukti yang memperkuat dugaan
kapal Nabi Nuh AS itu. Kini ada penelitan terbaru tentang dari mana
kapal Nabi Nuh AS itu berangkat. Atau di mana kapal Nabi Nuh AS itu
dibuat? Baru-baru ini, gabungan peneliti arkeolog-antropolgy dari dua
negara, China dan Turki, beranggotakan 15 orang, yang juga membuat film
dokumenter tentang situs kapal Nabi Nuh AS itu, menemukan bukti baru.
Mereka mengumpulkan artefak dan fosil-fosil berupa; serpihan kayu kapal,
tambang dan paku. Hasil Laboratorium Noah’s Ark Minesteries
International, China-Turki, setelah melakukan serangkaian uji materi
fosil kayu oleh tim ahli tanaman purba, menunjukan bukti yang
mengejutkan, bahwa fosil kayu Kapal Nabi Nuh AS berasal dari kayu jati
yang ada di Pulau Jawa. Mereka telah meneliti ratusan sample kayu purba
dari berbagai negara, dan memastikan, bahwa fosil kayu jati yang
berasal dari daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah 100 persen cocok dengan
sample fosil kayu Kapal Nabi Nuh AS. Sebagaimana diungkap oleh Yeung
Wing, pembuat film documenter The Noah’s Ark, saat melakukan konfrensi
pers di Hongkong.
“Saya meyakini 99 persen, bahwa situs kapal di Gunung Ararat, Turki
adalah merupakan fosil Kapal Nuh yang ribuan tahun lalu terdampar di
puncak gunung itu, setelah banjir besar menenggelamkan dunia dalam
peristiwa mencairnya gleser di kedua kutub” Jelas Yeung Wing Pendapat
National Turk Dr.Mehmet Salih Bayraktutan PhD, yang sejak 20 Juni 1987
turut meneliti dan mempopulerkan situs Kapal Nabi Nuh AS, mengatakan:
“Perahu ini adalah struktur yang dibuat oleh tangan manusia.” Dalam
artikelnya juga mengatakan, lokasinya di Gunung Judi (Ararat) yang
disebut dalam Al Qur’an, Surat Hud ayat 44. Sedangkan dalam injil:
Perahu itu terdampar diatas Gunung Ararat (Genesis 8 : 4).
Menurut penelitian The Noah’s Ark, kapal dibuat di puncak gunung oleh
Nabi Nuh AS, tak jauh dari desanya. Lalu berlayar ke antah beranta, saat
dunia ditenggelamkan oleh banjir yang sangat besar. Berbulan-bulan
kemudian, kapal Nabi Nuh AS merapat ke sebuah daratan asing. Ketika air
sudah menjadi surut, maka tersibaklah bahwa mereka telah terdampar di
puncak sebuah gunung. Bila fosil kayu kapal itu menunjukan berasal dari
Kayu jati, dan sementara kayu jati itu hanya tumbuh di Indonesia pada
jaman purba hingga saat ini, boleh jadi Nabi Nuh AS dan umatnya dahulu
tinggal di sana. Saat ini kita dapat menyaksikan dengan satelit, bahwa
gugusan ribuan pulau itu (Nusantara), dahulu adalah merupakan daratan
yang sangat luas.
Sedangkan Dr.Bill Shea, seorang antropolog, menemukan pecahan-pecahan
tembikar sekitar 18 M dari situs kapal Nabi Nuh AS. Tembikar ini
memiliki ukiran-ukiran burung, ikan dan orang yang memegang palu dengan
memakai hiasan kepala bertuliskan Nuh. Dia menjelaskan, pada jaman
kuno, barang-barang tersebut dibuat oleh penduduk lokal di desa itu
untuk dijual kepada para peziarah situs kapal. “Sejak jaman kuno hingga
saat ini, fosil kapal tersebut telah menjadi lokasi wisata,” ujarnya.
1 komentar:
Keren artikelnyo kanti :)
Posting Komentar