Sebagaimana semua orang di Indonesia ketika itu, saya mengetahui bahwa
Kerusuhan Mei adalah sebuah langkah politik yang dirancang elit politik,
namun mengorbankan ribuan rakyat dan melakukan pemerkosaan yang
menimbulkan trauma dan penderitaan kepada korbannya hanya demi politik?
Pelakunya sungguh kejam dan tidak berprikemanusiaan; mereka iblis
berwajah manusia, dan semoga pelakunya terbakar di neraka jahanam atas
perbuatan mereka.
Siapa pelakunya? Saat itu media massa umumnya menyimpulkan antara
Wiranto atau Prabowo. Rasa benci sayapun membuncah kepada dua orang ini
khususnya kepada Wiranto yang meninggalkan Jakarta ke Malang dan sebagai
Panglima ABRI gagal mengamankan Jakarta. Sudah gagal, Wiranto masih
berani membantah hasil temuan TGPF bahwa terjadi pemerkosaan? Belakangan
Wiranto diketahui selalu membantah keras peristiwa yang ternyata
setelahnya terbukti terjadi, misalnya Wiranto membantah Mabes ABRI
mengetahui penangkapan aktivis, namun sekarang kita tahu operasi
tersebut adalah bagian dari operasi yang direncanakan Faisal Tandjung,
Panglima ABRI sebelum Wiranto. Wiranto sungguh pemimpin lemah.
Khusus Prabowo lebih menyeramkan lagi terutama bila kita mencari berita
Kerusuhan Mei hanya dari penelusuran internet yang hampir pasti dirujuk
ke minihubs dengan berita-berita SiaR yang belakangan saya ketahui
didirikan oleh Goenawan Mohamad menggunakan dana CIA yang diberikan
melalui USAid. Begitu banyak cerita-cerita negatif tentang Prabowo yang
dibuat SiaR maka tidak bisa tidak kita akan berakhir pada kesimpulan
bahwa Prabowo adalah orang yang tidak punya kemampuan; inkompeten; tidak
punya kapasitas; berkarakter psikopat; kejam; ambisius yang bertindak
tidak pakai otak dan karirnya melesat karena menantu Presiden Soeharto;
memiliki Tidar, "pasukan rahasia berjumlah 2ribu orang yang berasal dari
dropout Akabri yang dikeluarkan karena memperkosa, merampok, dan
indisipliner" dengan kemampuan jauh melebihi Kopassus sekalipun yang
sempat berkeliaran tanpa kepala ketika Prabowo mengungsi ke Jordania dan
bertanggung jawab atas pembantaian Santa Cruz; pembantaian kiai NU;
Kerusuhan Mei 1998 sampai berbagai kerusuhan masa reformasi. Pasukan
khusus mana saking hebatnya dikatakan SiaR tidak akan bisa ditangkap
Mabes ABRI yang sempat ingin melacak keberadaannya, karena sekali mereka
bergerak tidak ada satupun pasukan khusus di dunia yang mampu melacak.
Membaca artikel-artikel tendensius dan insinuatif yang saling
kontradiktif satu sama lain di SiaR membuat saya tidak tahu harus
membenci atau kagum pada Prabowo? tidak tahu Prabowo sungguh manusia
psikopat tanpa kemampuan dan bodoh yang kata SiaR, "menculik" saja
ketahuan atau dia begitu jeniusnya sampai bisa menciptakan pasukan ninja
yang mendekati siluman dan dedemit dengan kemampuan jauh melebihi
pasukan khusus lain di dunia ini.
Kendati demikian semua informasi yang ada tentang Wiranto dan Prabowo
tetap terasa janggal, dan sekalipun belakangan Wiranto membentuk
Pamswakarsa dan FPI, "perasaan" saya tidak bisa menyimpulkan bahwa
pelakunya adalah Wiranto, ada keraguan yang sulit saya jelaskan.
Singkatnya saya tidak bisa menyimpulkan tanpa keraguan bahwa pelakunya
adalah Wiranto atau Prabowo.
Salah satu yang membuat saya ragu adalah bukankah Prabowo sudah dicopot
dari dinas militer dan ada di Jordania ketika terjadi ratusan kerusuhan;
pembakaran; penjarahan termasuk kasus jajak pendapat di Timtim? Masak
Prabowo sehebat itu bisa mengendalikan kerusuhan massal dari Sabang
sampai Merauke padahal dia berada di belahan dunia lain? Apalagi saat
itu ada suara (yang juga ditemukan di SiaR) yang mencoba menyalahkan
Prabowo atas kerusuhan masa reformasi. Pertanyaan saya mudah saja, bila
mereka melakukan kekonyolan dengan menyalahkan Prabowo atas kejadian
yang sudah tidak mungkin diprakarsai Prabowo, bagaimana dengan kasus
lainnya?
Nah, selama 16 tahun berikutnya tidak ada terobosan dalam penelitian
saya karena pihak berwenang, media massa maupun jurnalis juga tidak
melakukan investigasi terhadap peristiwa tersebut selain peringatan satu
tahun sekali dan politisasi menjijikan dari para polisi moral yang
digaji Amerika, Kontras dan kawan-kawan setiap lima tahun sekali ketika
Wiranto atau Prabowo maju mencalonkan dirinya sebagai presiden Republik
Indonesia. Karena penelitian mandek, maka saya beralih ke penelitian
sejarah Orde Lama, Orde Baru dengan kekhususan G30S/PKI;
Soekarno-Soeharto. Buah dari penelitian ini saya jadi bisa membedakan
mana teori G30S/PKI yang masuk akal dan mana yang sekedar mencari
sensasi dan Soeharto-phobi; saya juga mengetahui siapa pihak di belakang
kebangkitan komunis Indonesia pada masa akhir Orde Baru dan reformasi.
Penelitian sejarah ini belakang sangat krusial dalam kesimpulan saya
menemukan dalang sebenarnya dari Kerusuhan Mei 1998.
Terobosan baru muncul dengan penerbitan buku otobiografi Salim Said,
mantan wartawan Tempo dan ahli militer; otobiografi Bill Tarrant,
jurnalis asing di The Jakarta Post sejak didirikan sampai keluar tahun
2000an; dan otobiografi Jusuf Wanandi, pemimpin CSIS dan The Jakarta
Post dengan penjelasan berikut:
- Di buku Salim Said saya menemukan fakta adanya rencana Benny Moerdani,
kaisar intelijen Indonesia untuk menghasut kerusuhan besar di Indonesia
demi menjatuhkan Presiden Soeharto, dendamnya pada Habibie dan
sumpahnya untuk tidak membiarkan Tutut menjadi presiden.
- Di buku Bill Tarrant saya menemukan bagaimana The Jakarta Post yang
awalnya adalah "mesin propaganda" Orde Baru untuk orang asing di
Indonesia malah digunakan untuk melawan Presiden Soeharto dengan isu
HAM, Demokrasi, KKN; The Jakarta Post membangkitkan gerakan oposisi
sipil yang sudah mati sejak tahun 1980 dan yang lebih parah lagi
pembiayaan serta pergerakan mahasiswa tahun 1998 waktu itu berasal dari
The Jakarta Post, bahkan strategi dan koordinasi gerakan didiskusikan
para tokoh pemimpin mahasiswa di ruang rapat redaksi The Jakarta Post.
- Dari buku Jusuf Wanandi saya menemukan fakta CSIS merasa dendam karena
diusir dari Orde Baru padahal mereka merasa berjasa besar; dan
bagaimana CSIS dan Benny Moerdani kesal kepada Habibie yang menurut
mereka terlalu jauh ikut campur dalam pengadaan senjata ABRI.
Terkonfirmasi juga bahwa CSIS memang sengaja menggunakan The Jakarta
Post sebagai senjata perlawanan mereka.
Secara kebetulan, benar-benar secara kebetulan, saya menemukan artikel
lama majalah Tempo yang membuktikan pengetahuan awal Megawati akan
terjadinya penyerangan ke kantor PDI yang berasal dari Benny Moerdani;
saya juga menemukan dua catatan Rachmawati Soekarnoputri di dua edisi
Rakyat Merdeka yang menceritakan bagaimana Benny Moerdani yang
tersingkir dari Orde Baru mendekati keluarga Soekarno dengan maksud
menciptakan pemimpin alternatif bagi Soeharto; bagaimana Megawati
tertarik tawaran Benny; bagaimana Benny melakukan kongres PDI rekayasa
untuk menaikan Megawati ke kursi PDI; dan yang paling penting bagaimana
lawan Megawati di kongres Medan dan yang menyerang kantor PDI, Dr.
Soerjadi adalah anak buah dan binaan Benny Moerdani! Dengan kata lain
para pendukung PDI ProMega sedang dikorbankan oleh Megawati dalam suatu
Politik Dizalimi paling berdarah sepanjang berdirinya negeri ini.
Bila saya pernah mengalami "eureka moment" dalam penelitian dalang
Kerusuhan Mei 98 maka temuan bahwa dalang Peristiwa 27 Juli 1996
ternyata Megawati sendiri yang diatur oleh Benny Moerdani dan CSIS
(biaya kongres di Medan berasal dari Sofjan Wanandi) maka sesungguhnya
Peristiwa 27 Juli 1996 tidak bisa dipisahkan dari Kerusuhan 13-14 Mei
1998, yaitu serangkaian usaha menjatuhkan Presiden Soeharto dan menaikan
penggantinya, Megawati Soekarnoputri. Ini menjelaskan mengapa begitu
banyak kerusuhan masa Gus Dur dan berkurang pada masa Megawati; serta
bagaimana ABRI begitu mudah meninggalkan Presiden Gus Dur (rancangan
Amien Rais yang mengacaukan rencana Mega jadi presiden dengan Poros
Tengah) dan mengalihkan dukungan kepada Megawati; belum lagi faktanya
banyak sekali eks militer faksi Benny Moerdani yang bergabung dengan
PDIP.
Benny Moerdani sebagai dalang kerusuhan di Indonesia tentu lebih masuk
akal daripada teori Prabowo dan "pasukan siluman ex Akabri"nya atau
Wiranto yang ternyata tidak bisa apa-apa dan hanya bisa mengeluarkan
dalih tidak masuk akal yang mengada-ngada. Lagipula Benny adalah murid
Ali Moertopo yang berhasil mengorganisir Kerusuhan Malari untuk
menjatuhkan Jenderal Soemitro dengan menggunakan binaannya, Hariman
Siregar. Hariman Siregar adalah penasehat politik Presiden Habibie dan
orang yang pada masa reformasi pernah mengeluarkan pistol dan mengancam
untuk menembak Kwik Kian Gie yang dia panggil "si cina" karena mendapat
kritikan dari Kwik di media massa.
Dari berbagai temuan tersebut saya menyimpulkan bahwa lebih banyak
cerita beredar tentang Prabowo yang bersifat fitnah ketimbang fakta.
Tidak bersalahnya Prabowo memang tidak menjamin dia akan menjadi
presiden yang baik, untuk itu dia harus menjabat dulu, namun setidaknya
"serangan HAMBURGER" selama ini adalah fitnah dari orang berpikiran
sempit dan berpengetahuan dangkal yang merasa dirinya layak menjadi
polisi moral. Fadjrol Rahman misalnya (entah kenapa saya eneg melihat
wajah dan suara cempreng dengan sifat sok bener sendiri dari orang ini),
dia mengatakan Prabowo penculik sementara Nelson Mandela pahlawan
pelindung HAM dunia sehingga Prabowo tidak bisa disandingkan dengan
Nelson Mandela, namun yang tidak diketahui Fadjroel adalah pada masa
mudanya Nelson adalah teroris beraliran komunis yang membunuh banyak
orang melalui sabotase utilitas umum menggunakan bom. Baru setelah
ditangkap dan dipenjara akhirnya Nelson menyadari bahwa dia harus
mengubah metode perjuangan bila mau berhasil.
Sumber Sumber
0 komentar:
Posting Komentar