Penulis: Murizal Hamzah
Lambang Samudera Pasai (sumber: R Indra S Attahashi) |
Jangan salah duga dua lukisan di atas sekilas mirip. Namun kalau
diperhatikan detil sangat berbeda. Keduanya juga merupakan lambang dua
negara yang berbeda. Yang pertama Garuda Pancasila lambang Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dan yang kedua lambang Kerajaan Samudera
Pasai.
Asal muasal penggunaan lambang Garuda Pancasila sebagai lambang negara
adalah bermula saat Sultan Abdurrahman Hamid Alkadrie II (Sultan Hamid
II) memenangi sayembara lambang negara. Sayembara ini diadakan oleh
Presiden Soekarno. Sebelumnya ada usulan lambang negara yang diajukan
oleh M. Yamin namun ditolak oleh panitia karena masih ada pengaruh
Jepang melalui penempatan sinar matahari.
Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, baru pada tahun 1950 kita
memiliki lambang negara. Jadi selama lima tahun itu Indonesia nirlambang
negara. Garuda Pancasila ditetapkan sebagai lambang Negara RI pada 11
Februari 1950 yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No 66 Tahun
1951.
Lalu Presiden Soekarno memperkenalkan lambang itu kepada masyarakat pada
15 Februari 1950 di Hotel Des Indes Jakarta. Sebelumnya Garuda juga
sudah menjadi lambang kerajaan atau stempel kerajaan di Jawa seperti
Kerajaan Airlangga.
Sebelum digunakan secara resmi sebagai lambaga negara RI, Garuda juga
sudah dipakai sebagai lambang Kerajaan Samudera Pasai yang dulu kala
berpusat di Aceh Utara. Kerajaan Samudera Pasai didirikan oleh Sultan
Malikussaleh (Meurah Silu) pada abad ke 13 atau pada 1267. Seorang
petualang Ibnu Batuthah dalam bukunya Tuhfat al-Nazha menuturkan
Samudera Pasai sudah menjadi pusat studi Islam di kawasan Asia Tenggara.
Siapa sebenarnya yang merancang lambang Kerajaan Samudera Pasai?
“Lambang Kerajaan Samudera Pasai dirancang oleh Sultan Samudera Pasai
Sultan Zainal Abidin. Lambang burung itu bermakna syiar agama yang luas,
berani dan bijaksana,” sebut R Indra S Attahashi kepada Beritasatu.com,
Sabtu (6/10).
Indra menjelaskan, lambang berisi kalimat Tauhid dan Rukun Islam.
Rinciannya, kepala burung itu bermakna Basmallah, sayap dan kakinya
merupakan ucapan dua kalimat Syahadat. Terakhir, badan burung itu
merupakan Rukun Islam.
Pria kelahiran 1974 itu menjelaskan lambang itu disalin ulang oleh Teuku
Raja Muluk Attahashi bin bin Teuku Cik Ismail Siddik Attahashi yang
merupakan Sultan Muda Aceh yang diangkat pasca peristiwa Perang Cumbok
pada 1945. Ketika itu di Aceh Tamiang ada kerajaan sendiri bernama
Kerajaan Sungai Iyu.
“Bisa saja disebut, lambang negara Indonesia ini meniru lambang Kerajaan
Samudera Pasai yang duluan eksis sebelum kaum Nasionalis Marhaenisme
merancang NKRI,” ungkap Indra yang juga generasi ketujuh dari Kerajaan
Sungai Iyu.
Indra menjelaskan, lambang Kerajaan Samudera Pasai itu sudah ada dalam
silsilah keluarganya lebih dari 100 tahun lalu. Dari kakek atau nenek,
lambang itu diwariskan dari generasi ke generasi yang selalu dikisahkan
bahwa itu lambang Kerajaan Samudera Pasai.
Disebutkan, asal-usul pendiri Kerajaan Samudera Pasai berasal dari
keturunan Turki yakni Al Ghazy Syarif Attahashi yang merupakan panglima
memimpin utusan Dinasti Usmaniyah (Ottoman) yang membantu Aceh
menghadapi serangan Portugis. Kemudian panglima ketujuh itu menikah
dengan seorang putri Sultan Iskandar Muda.
Perihal lambang Negara Indonesia yang mirip dengan lambang Kerajaan
Samudera Pasai juga dituturkan oleh Ibrahim Qamarius dosen Universitas
Malikussaleh Aceh Utara. Setelah digelar seminar International
Conference and Seminar "Malikussaleh; Past, Present and Future di Aceh
Utara pada 11-12 Juli 2011, masyarakat mengirim lambang Kerajaan
Samudera Pasai yang merupakan replika.
Lambang itu dilukis oleh Teuku Raja Muluk Attahashi, keturunan dari
panglima Turki Utsmani yang ke Aceh ketika Sultan Iskandar Muda
menghadapi Portugis, pimpinan dari Panglima Tujuh Syarif Attahashi.
Ibrahim menjelaskan, walaupun lambang Indonesia mirip dengan Kerajaan
Samudera Pasai belum bisa dipastikan Indonesia meniru dari Samudera
Pasai. Menurutnya, perlu pengkajian lebih lanjut.
“Panitia melakukan pengkajian konprehensif mengenai lambang atau gambar
tersebut dan kemungkinan dibahas pada International Conference and
Seminar Malikussaleh kedua pada 2013,” ungkap Ibrahim yang mantan ketua
panitia konferensi itu kepada Beritasatu.com, Sabtu (6/10).
Terlepas dari klaim inspirasi Garuda dari lambang Kerajaan Samudera
Pasai, sejarawan LIPI Aswi Warman Adam menegaskan kalau klaim itu
menunjukkan kecintaan bangsa Indonesia. "Ini bukanlah sebuah klaim yang
menjurus ke arah negatif. Ini merupakan sebuah bentuk kecintaan bangsa
Indonesia, yang dulu saat proses pemilihan lambang negara memang ikut
terlibat," kata Asvi.