BANGKOK, KOMPAS.com — Reputasi kopi luwak sebagai
kopi termahal tak lama lagi akan mendapat pesaing. Thailand kini tengah
mengembangkan kopi gajah. Apa itu kopi gajah? Sama seperti kopi luwak,
kopi ini diolah dari biji kopi yang dimakan gajah lalu keluar bersama
kotorannya.
Menjijikkan? Bagi sebagian orang mungkin. Namun,
bagi penemunya, reaksi di dalam perut gajah membuat biji kopi yang
keluar bersama kotoran hewan besar itu memiliki rasa unik setelah
diolah.
Pengembang kopi gajah ini adalah Blake Dinkin, yang
mengeluarkan modal 300.000 dollar AS atau hampir Rp 3 miliar untuk
memulai usahanya ini. Dinkin memilih tempat di wilayah utara Thailand,
berdekatan dengan kawasan legendaris Segi Tiga Emas.
Namun, mengapa Dinkin memilih gajah untuk mengembangkan kopi jenis baru ini?
"Saat
gajah memakan kopi, asam di dalam perutnya akan memecah protein di
dalam kopi. Protein inilah yang mengakibatkan rasa pahit kopi. Nah, kopi
ini sangat lembut tanpa rasa pahit seperti kopi pada umumnya," kata
Dinkin yang adalah warga Kanada itu.
Walau sama dengan kopi luwak, gajah memiliki perut yang besar sehingga jumlah kopi yang dihasilkan juga lebih banyak.
Namun,
gajah dikenal sebagai hewan yang lambat dalam mencerna makanannya.
Hewan besar ini membutuhkan 15-30 jam untuk mencerna biji kopi, yang
tercampur bersama pisang, tebu, dan tumbuhan lain yang biasa dimakan
gajah.
"Justru itulah yang membuat kopi ini memiliki aroma dan rasa yang sangat unik," kata pria berusia 42 tahun itu.
"Menurut
saya, ini adalah sebuah proses fermentasi di dalam perut gajah. Proses
fermentasi ini memberikan rasa yang tak mungkin didapatkan dari kopi
lain," tambah dia.
Sejumlah pakar lingkungan awalnya tak terlalu menyambut baik ide Blake Dinkin itu.
"Saya
memikirkan kafein, apakah gajah tidak akan kecanduan kopi nantinya,"
kata John Robert, Direktur Yayasan Gajah Asia Segitiga Emas.
"Namun setelah melakukan pengamatan ternyata kopi ini tidak berpengaruh buruk bagi para gajah," tambah Robert.
Yayasan
ini kini menerima sekitar delapan persen dari total penjualan kopi
gajah tersebut. Hal ini disyukuri Robert karena biaya untuk merawat
gajah-gajah itu adalah 1.000 dollar AS per bulan. Padahal, yayasan ini
memiliki 20 gajah yang harus dirawat.
Sayangnya, kata Dinkin, gajah adalah pekerja yang kurang efektif. Untuk mendapatkan satu kilogram kopi, gajah harus makan minimal 33 kilogram biji kopi. Sebagian besar biji kopi hilang di rerumputan bersama kotoran sang gajah.
Karena
proses produksi yang panjang dan sulit, tak heran jika harga kopi ini
sangat mahal. Pembeli harus mengeluarkan uang 50 dollar AS atau hampir
Rp 500.000 untuk secangkir kopi gajah.
Sumber :
AP