Fiqh menurut bahasa adalah tahu atau paham sesuatu.Profil Singkat Hal ini seperti yang bermaktub dalam surat An-Nisa (4) ayat 78, “Maka mengapa orang-orang itu (munafikin) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan (pelajaran dan nasihat yang diberikan).”
Nabi Muhammad saw. bersabda, “Barangsiapa dikehendaki Allah kebaikan, maka Allah akan memahamkannya di dalam perkara agama.”
Kata Faqiih adalah sebutan untuk seseorang yang mengetahui hukum-hukum syara’ yang berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf, hukum-hukum tersebut diambil dari dalil-dalilnya secara terperinci.
Fiqh Islam menurut istilah adalah ilmu pengetahuan tentang hukum-hukum Allah atas perbuatan orang-orang mukallaf, hukum itu wajib atau haram dan sebagainya. Tujuannya supaya dapat dibedakan antara wajib, haram, atau boleh dikerjakan.
Ilmu Fiqh adalah diambil dengan jalan ijtihad. Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah-nya menulis, Fiqh adalah pengetahuan tentang hukum-hukum Allah, di dalam perbuatan-perbuatan orang mukallaf (yang dibebani hukum) seperti wajib, haram, sunnah, makruh, dan mubah. Hukum-hukum itu diambil dari Al-Qur’an dan Sunnah serta dari sumber-sumber dalil lain yang ditetapkan Allah swt. Apabila hukum-hukum tersebut dikeluarkan dari dali-dalil tersebut, maka disebut Fiqh.
Para ulama salaf (terdahulu) dalam mengeluarkan hukum-hukum dari dalil-dalil di atas hasilnya berbeda satu sama lain. Perbedaan ini adalah suatu keharusan. Sebab, pada umumnya dalil-dalil adalah dari nash (teks dasar) berbahasa Arab yang lafazh-lafazhnya (kata-katanya) menunjukkan kepada arti yang diperselisihkan di antara mereka.
Fiqh Islam terbagi menjadi enam bagian:1. Bagian Ibadah, yaitu suatu bagian yang membicarakan hukum-hukum yang dipakai untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. dan untuk mengagungkan kebesaran-Nya, seperti shalat, zakat, puasa, dan haji.2. Bagian Ahwal Syakhshiyah (al-ahwaalu asy-syakhsyiyyatu), yaitu suatu bagian yang membicarakan hukum-hukum yang berhubungan dengan pembentukan dan pengaturan keluarga dan segala akibat-akibatnya, seperti perkawinan, mahar, nafkah, perceraian (talak-rujuk), iddah, hadhanah (pemeliharaan anak), radha’ah (menyusui), warisan, dan lain-lain. Oleh kebanyakan para mujtahidin, bagian kedua ini dimasukkan ke dalam bagian mu’amalah.3. Bagian Mu’amalah (hukum perdata), yaitu suatu bagian yang membicarakan hukum-hukum yang mengatur harta benda hak milik, akad (kontrak atau perjanjian), kerjasama sesama orang seperti jual-beli, sewa menyewa (ijarah), gadai (rahan), perkonsian (syirkah), dan lain-lain yang mengatur urusan harga benda seseorang, kelompok, dan segala sangkut-pautnya seperti hak dan kekuasaan.4. Bagian Hudud dan Ta’zir (hukum pidana), yaitu bagian yang membicarakan hukum-hukum yang berhubungan dengan kejahatan, pelanggaran, dan akibat-akibat hukumnya.5. Bagian Murafa’at (hukum acara), yaitu bagian yang membicarakan hukum-hukum yang mengatur cara mengajukan perkara, perselisihan, penuntutan, dan cara-cara penetapkan suatu tuntutan yang dapat diterima, dan cara-cara yang dapat melindungi hak-hak seseorang.6. Bagian Sirra wa Maghazi (hukum perang), yaitu bagian yang membicarakan hukum-hukum yang mengatur peperangan antar bangsa, mengatur perdamaian, piagam perjanjian, dokumen-dokumen dan hubungan-hubungan umat Islam dengan umat bukan Islam.
Jadi, Fiqh Islam adalah konsepsi-konsepsi yang diperlukan oleh umat Islam untuk mengatur kepentingan hidup mereka dalam segala segi, memberikan dasar-dasar terhadap tata administrasi, perdagangan, politik, dan peradaban. Artinya, Islam memang bukan hanya akidah keagamaan semata-mata, tapi akidah dan syariat, agama dan negara, yang berlaku sepanjang masa dan sembarang tempat.
Dalam Al-Qur’an ada 140 ayat yang secara khusus memuat hukum-hukum tentang ibadah, 70 ayat tentang ahwal syakhshiyah, 70 ayat tentang muamalah, 30 ayat tentang uqubah (hukuman), dan 20 ayat tentang murafa’at. Juga ada ayat-ayat yang membahas hubungan politik antara negara Islam dengan yang bukan Islam. Selain Al-Qur’an, keenam tema hukum tersebut di atas juga diterangkan lewat hadits-hadits Nabi. Sebagian hadits menguatkan peraturan-peraturan yang ada dalam ayat-ayat Al-Qur’an, sebagian ada yang memerinci karena Al-Qur’an hanya menyebutkan secara global, dan sebagian lagi menyebutkan suatu hukum yang tidak disebutkan dala mAl-Qur’an. Maka, fungsi hadits adalah sebagai keterangan dan penjelasan terhadap nash-nash (teks) Al-Qur’an yang dapat memenuhi kebutuhan (kepastian hukun) kaum muslimin.
Posted in Basic Syariat Tagged dalil, fiqh, haji, Nabi Muhammad, puasa, shalat, zakat Leave a comment
Asal usul Fiqh
Posted on September 2, 2010 by risdyanto
Dalam sejarah penulisan buku-buku ushul dikenal ada tiga buah metode dan gaya penulisan para ulama, yaitu:
Metode ahli ilmu kalam (Syafi’iyyah)
Metode ahli fiqh (Hanafiyyah)
Metode gabungan.
Metode Syafi’iyyah
Kitab Ar-Risalah karya Imam Syafi’i adalah kitab pertama yang menggunakan metode ini dalam penulisannya. Di antara ciri-ciri metode ini adalah:
Pertama: Metode ini memusatkan diri pada kajian teoritis murni untuk menghasilkan kaidah-kaidah ushul yang kuat, walaupun kaidah itu mungkin tidak mendukung mazhab fiqh penulisnya.
Kedua: Dalam mengkaji dan menelurkan kaidah ushul, metode ini sangat mengandalkan kajian bahasa Arab yang mendalam, menggunakan dalalah (indikator) yang ditunjukkan oleh lafazh kata atau kalimat, logika akal, dan pembuktian dalil-dalilnya.
Ketiga: Metode ini benar-benar terlepas dari pembahasan cabang-cabang fiqh dan fanatisme mazhab, jika masalah fiqh disebutkan ia hanya sebagai contoh penerapan saja. Metode ini juga menggunakan gaya perdebatan ilmiah dengan ungkapan:
فإن قلتم… قلنا
“Jika Anda mengatakan…, maka jawaban kami adalah…”
Oleh karena itu para penulis Ushul Fiqh yang menggunakan metode ini adalah mereka yang berasal dari mazhab yang berbeda: Syafi’iyyah, Malikiyyah, Hanabilah, Mu’tazilah, Asy’ariyyah, dan lain-lain.
Kitab-kitab yang menggunakan Metode Syafi’iyyah
Ar-Risalah karya Imam Syafi’i (150-204 H).
At-Taqhrib karya Al-Qadhi Abu Bakr Al-Baqillani Al-Maliki (wafat th 403 H).
Al-Mu’tamad karya Abul-Husain Muhammad bin Ali Al-Bashri Al-mu’taziliy Asy-syafi’i (wafat th 436 H).
Al-Burhan karya Abul-Ma’ali Abdul Malik bin Abdullah Al-Juwaini Asy-Syafi’i/Imamul-haramain (410-478 H).
Al-Mustashfa karya Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali Asy-Syafi’i (wafat 505 H).
Al-‘Uddah Fi Ushul Al-Fiqh karya Al-Qadhi Abu Ya’la Muhammad bin Al-Husain bin Muhammad Al-Hambali (380-458 H).
At-Tamhid Fi Ushul Al-Fiqh karya Mahfuzh bin Ahmad bin Husain Abul Khattab Al-Kalwadzani Al-Hambali – murid Abu Ya’la (432-510 H).
Raudhatun-Nazhir Wa Junnatul-Munazhir karya Muwaffaquddin Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah Al-Maqdisi Al-Hambali (541-620 H).
Al-Mahshul karya Fakhruddin Muhammad bin Umar Ar-Razy Asy-Syafi’i (wafat 606 H).
Al-Ihkam fi Ushulil-Ahkam karya Saifuddin Ali bin Abi Ali Al-Amidi Asy-Syafi’i (wafat 631 H).
Metode Hanafiyah
Metode ini memiliki karakter sebagai berikut:
Pertama: Keterkaitan erat antara Ushul Fiqh dengan masalah cabang-cabang Fiqh dimana ia dijadikan dalil dan sumber utama kaidah-kaidah ushul yang mereka buat. Apabila ada kaidah ushul yang bertentangan dengan ijtihad fiqh para imam dan ulama mazhab Hanafi, mereka menggantinya dengan kaidah yang sesuai.
Kedua: Tujuan utama dari metode ini adalah mengumpulkan hukum-hukum Fiqh hasil ijtihad para ulama mazhab Hanafi dalam kaidah-kaidah ushul.
Ketiga: Metode ini terlepas dari kajian teoritis dan lebih bersifat praktis.
Metode ini muncul karena para imam mazhab Hanafi tidak meninggalkan kaidah ushul yang terkumpul dan tertulis bagi murid-murid mereka seperti yang ditinggalkan Imam Syafi’i untuk murid-muridnya. Dalam buku para imam mazhab Hanafi, mereka hanya menemukan masalah-masalah Fiqh dan beberapa kaidah yang tersebar di sela-sela pembahasan Fiqh tersebut. Akhirnya mereka mengumpulkan masalah-masalah Fiqh yang sejenis dan mengkajinya untuk ditelurkan darinya kaidah-kaidah ushul.
Kitab yang ditulis dengan metode Hanafiyah
Al-Ushul karya Ubaidullah bin Al-Husain bin Dallal Al-Karkhi Al-Hanafi (260-340 H).
Al-Ushul karya Ahmad bin Ali Al-Jash-shash Al-Hanafi (wafat th 370 H).
Al-Ushul karya Muhammad bin Ahmad bin Abi Sahl Abu Bakr As-Sarakhsi Al-Hanafi (wafat th 490 H).
Kanz Al-Wushul Ila ma’rifat Al-Ushul karya Ali bin Muhammad bin Al-Husain Al-Bazdawi Al-Hanafi (wafat th. 482 H).
Ta’sis An-Nazhar karya Ubaidullah bin Umar bin Isa Abu Zaid Ad-Dabbusi Al-Hanafi (wafat th 430 H).
Al-Manar karya Hafizhuddin Abdullah bin Ahmad An-Nasafi Al-Hanafi (wafat th 701 H).
At-Tamhid Fi Takhrij Al-Furu’ ‘alal-Ushul karya Jamaluddin Abdur Rahim bin Al-Hasan bin ‘Ali Al-Isnawi Asy-Syafi’i (704-772 H).
Metode Gabungan
Metode ini muncul pertama kali pada permulaan abad ke-7 Hijriyah melalui seorang alim Irak bernama Ahmad bin Ali bin Taghlib yang dikenal dengan Muzhaffaruddin Ibnus Sa’ati (wafat th 694 H) dengan bukunya Badi’un-Nizham Al-Jami’ baina Ushul Al-Bazdawi Wal-Ihkam.
Di antara keistimewaan terpenting dari metode ini adalah penggabungan antara kekuatan teori dan praktek yaitu dengan mengokohkan kaidah-kaidah ushul dengan argumentasi ilmiah disertai aplikasi kaidah ushul tersebut dalam kasus-kasus fiqh.
Buku-buku penting yang ditulis dengan metode gabungan
Badi’un-Nizham Al-Jami’ baina Ushul Al-Bazdawi Wal-Ihkam karya Ibnus-Sa’ati.
Tanqih Al-Ushul karya Taj Asy-Syari’ah Ubaidullah bin Mas’ud Al-Bukhari (wafat th 747 H), buku ini adalah ringkasan dari Ushul Bazdawi, Al-Mahshul karya Ar-Razi, dan Mukhtashar Ibnul-Hajib. At-Tahrir Fi Ushul Al-Fiqh karya Kamaluddin Muhammad bin Abdul Wahid yang dikenal dengan nama Ibnul-Hammam Al-Hanafi (790-861 H). Buku ini lebih dekat ke metode Syafi’iyyah, meskipun penulisnya menyebutkan dalam muqaddimah bahwa ia menulisnya dengan metode gabungan.
Jam’ul-Jawami’ karya Tajuddin Abdul Wahab bin Ali As-Subki Asy-Syafi’i (wafat th 771 H).
Al-Qawa’id wal-Fawaid Al-Ushuliyyah karya Ali bin Muhammad bin Abbas al-Hambali yang terkenal dengan sebutan Ibnul-Lahham (752-803 H).
Musallam Ats-Tsubut karya Muhibbuddin bin Abdus-Syakur Al-Hanafi (wafat th 1119 H).
Irsyad Al-Fuhul Ila Tahqiq ‘Ilm Al-Ushul karya Muhammad bin Ali bin Abdullah Asy-Syaukani Asy-Syafi’i (wafat th 1250 H).
Al-Muwafaqat karya Imam Asy-SyathibiAda sebuah buku ushul yang patut dicermati karena memiliki gaya tersendiri dalam penulisannya, yaitu kitab Al-Muwafaqat Fi Ushul Al-Ahkam karya Abu Ishaq Ibrahim bin Musa Asy-Syathibi Al-Maliki (wafat 790 H). Buku ini istimewa karena penulisnya menggabungkan antara kaidah-kaidah ushul dengan maqashid (tujuan), asrar (rahasia), serta hikmah syariat dengan bahasa yang mudah dan penjelasan yang gamblang.
Beberapa Buku Ushul Fiqh Kontemporer
Tas-hil Al-Wushul Ila Ilmil-Ushul karya Muhammad Abdur Rahman Al-Mahlawi Al-Hanafi (wafat 1920 M).
Ushul Al-Fiqh karya Muhammad Al-Khudhari (wafat 1927 M).
Ushul Al-Fiqh karya Abdul Wahab Khalaf (wafat 1955 M).
Ushul Al-Fiqh karya Muhammad Abu Zahrah (wafat 1974 M).
Ushul Al-Fiqh karya Muhammad Zuhair Abun-Nur.
Ushul Al-Fiqh Al-Islami karya Syaikh Syakir Al Hambali.
Ushul Al-Fiqh Al-Islami karya Wahbah Zuhaili.
Ushul Al-Fiqh Al-Islami karya Zakiuddin Sya’ban.
Ushul At-Tasyri’ Al-Islami karya Ali Hasbullah dan lain-lain.
Posted in Basic Syariat Tagged fiqh, hukum islam, usul fiqh Leave a comment
Definisi Fiqh Islam
Posted on September 2, 2010 by risdyanto
Fiqh menurut bahasa adalah tahu atau paham sesuatu. Hal ini seperti yang bermaktub dalam surat An-Nisa (4) ayat 78, “Maka mengapa orang-orang itu (munafikin) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan (pelajaran dan nasihat yang diberikan).”
Nabi Muhammad saw. bersabda, “Barangsiapa dikehendaki Allah kebaikan, maka Allah akan memahamkannya di dalam perkara agama.”
Kata Faqiih adalah sebutan untuk seseorang yang mengetahui hukum-hukum syara’ yang berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf, hukum-hukum tersebut diambil dari dalil-dalilnya secara terperinci.
Fiqh Islam menurut istilah adalah ilmu pengetahuan tentang hukum-hukum Allah atas perbuatan orang-orang mukallaf, hukum itu wajib atau haram dan sebagainya. Tujuannya supaya dapat dibedakan antara wajib, haram, atau boleh dikerjakan.
Ilmu Fiqh adalah diambil dengan jalan ijtihad. Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah-nya menulis, Fiqh adalah pengetahuan tentang hukum-hukum Allah, di dalam perbuatan-perbuatan orang mukallaf (yang dibebani hukum) seperti wajib, haram, sunnah, makruh, dan mubah. Hukum-hukum itu diambil dari Al-Qur’an dan Sunnah serta dari sumber-sumber dalil lain yang ditetapkan Allah swt. Apabila hukum-hukum tersebut dikeluarkan dari dali-dalil tersebut, maka disebut Fiqh.
Para ulama salaf (terdahulu) dalam mengeluarkan hukum-hukum dari dalil-dalil di atas hasilnya berbeda satu sama lain. Perbedaan ini adalah suatu keharusan. Sebab, pada umumnya dalil-dalil adalah dari nash (teks dasar) berbahasa Arab yang lafazh-lafazhnya (kata-katanya) menunjukkan kepada arti yang diperselisihkan di antara mereka.
Fiqh Islam terbagi menjadi enam bagian:1. Bagian Ibadah, yaitu suatu bagian yang membicarakan hukum-hukum yang dipakai untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. dan untuk mengagungkan kebesaran-Nya, seperti shalat, zakat, puasa, dan haji.2. Bagian Ahwal Syakhshiyah (al-ahwaalu asy-syakhsyiyyatu), yaitu suatu bagian yang membicarakan hukum-hukum yang berhubungan dengan pembentukan dan pengaturan keluarga dan segala akibat-akibatnya, seperti perkawinan, mahar, nafkah, perceraian (talak-rujuk), iddah, hadhanah (pemeliharaan anak), radha’ah (menyusui), warisan, dan lain-lain. Oleh kebanyakan para mujtahidin, bagian kedua ini dimasukkan ke dalam bagian mu’amalah.3. Bagian Mu’amalah (hukum perdata), yaitu suatu bagian yang membicarakan hukum-hukum yang mengatur harta benda hak milik, akad (kontrak atau perjanjian), kerjasama sesama orang seperti jual-beli, sewa menyewa (ijarah), gadai (rahan), perkonsian (syirkah), dan lain-lain yang mengatur urusan harga benda seseorang, kelompok, dan segala sangkut-pautnya seperti hak dan kekuasaan.4. Bagian Hudud dan Ta’zir (hukum pidana), yaitu bagian yang membicarakan hukum-hukum yang berhubungan dengan kejahatan, pelanggaran, dan akibat-akibat hukumnya.5. Bagian Murafa’at (hukum acara), yaitu bagian yang membicarakan hukum-hukum yang mengatur cara mengajukan perkara, perselisihan, penuntutan, dan cara-cara penetapkan suatu tuntutan yang dapat diterima, dan cara-cara yang dapat melindungi hak-hak seseorang.6. Bagian Sirra wa Maghazi (hukum perang), yaitu bagian yang membicarakan hukum-hukum yang mengatur peperangan antar bangsa, mengatur perdamaian, piagam perjanjian, dokumen-dokumen dan hubungan-hubungan umat Islam dengan umat bukan Islam.
Jadi, Fiqh Islam adalah konsepsi-konsepsi yang diperlukan oleh umat Islam untuk mengatur kepentingan hidup mereka dalam segala segi, memberikan dasar-dasar terhadap tata administrasi, perdagangan, politik, dan peradaban. Artinya, Islam memang bukan hanya akidah keagamaan semata-mata, tapi akidah dan syariat, agama dan negara, yang berlaku sepanjang masa dan sembarang tempat.
Dalam Al-Qur’an ada 140 ayat yang secara khusus memuat hukum-hukum tentang ibadah, 70 ayat tentang ahwal syakhshiyah, 70 ayat tentang muamalah, 30 ayat tentang uqubah (hukuman), dan 20 ayat tentang murafa’at. Juga ada ayat-ayat yang membahas hubungan politik antara negara Islam dengan yang bukan Islam. Selain Al-Qur’an, keenam tema hukum tersebut di atas juga diterangkan lewat hadits-hadits Nabi. Sebagian hadits menguatkan peraturan-peraturan yang ada dalam ayat-ayat Al-Qur’an, sebagian ada yang memerinci karena Al-Qur’an hanya menyebutkan secara global, dan sebagian lagi menyebutkan suatu hukum yang tidak disebutkan dala mAl-Qur’an. Maka, fungsi hadits adalah sebagai keterangan dan penjelasan terhadap nash-nash (teks) Al-Qur’an yang dapat memenuhi kebutuhan (kepastian hukun) kaum muslimin.
Posted in Tata Cara Tagged Alquran, fiqh, hukum, hukum islam Leave a comment
Mengenal Syariat Islam
Posted on September 2, 2010 by risdyanto
Arti Syariat
Syari’at bisa disebut syir’ah. Artinya secara bahasa adalah sumber air mengalir yang didatangi manusia atau binatang untuk minum. Perkataan “syara’a fiil maa’i” artinya datang ke sumber air mengalir atau datang pada syari’ah.
Kemudian kata tersebut digunakan untuk pengertian hukum-hukum Allah yang diturunkan untuk manusia.
Kata “syara’a” berarti memakai syari’at. Juga kata “syara’a” atau “istara’a” berarti membentuk syari’at atau hukum. Dalam hal ini Allah berfirman, “Untuk setiap umat di antara kamu (umat Nabi Muhammad dan umat-umat sebelumnya) Kami jadikan peraturan (syari’at) dan jalan yang terang.” [QS. Al-Maidah (5): 48]
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syari’at (peraturan) tentang urusan itu (agama), maka ikutilah syari’at itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang yang tidak mengetahui.” [QS. Al-Maidah (5): 18].
“Allah telah mensyari’atkan (mengatur) bagi kamu tentang agama sebagaimana apa yang telah diwariskan kepada Nuh.” [QS. Asy-Syuuraa (42): 13].
Sedangkan arti syari’at menurut istilah adalah “maa anzalahullahu li ‘ibaadihi minal ahkaami ‘alaa lisaani rusulihil kiraami liyukhrijan naasa min dayaajiirizh zhalaami ilan nuril bi idznihi wa yahdiyahum ilash shiraathil mustaqiimi.” Artinya, hukum-hukum (peraturan) yang diturunkan Allah swt. melalui rasul-rasulNya yang mulia, untuk manusia, agar mereka keluar dari kegelapan ke dalam terang, dan mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus.
Jika ditambah kata “Islam” di belakangnya, sehingga menjadi frase Syari’at Islam (asy-syari’atul islaamiyatu), istilah bentukan ini berarti, ” maa anzalahullahu li ‘ibaadihi minal ahkaami ‘alaa lisaani sayyidinaa muhammadin ‘alaihi afdhalush shalaati was salaami sawaa-un akaana bil qur-ani am bisunnati rasuulillahi min qaulin au fi’lin au taqriirin.” Maksudnya, syari’at Islam adalah hukum-hukum peraturan-peraturan) yang diturunkan Allah swt. untuk umat manusia melalui Nabi Muhammad saw. baik berupa Al-Qur’an maupun Sunnah Nabi yang berwujud perkataan, perbuatan, dan ketetapan, atau pengesahan.
Terkadang syari’ah Islam juga dimaksudkan untuk pengertian Fiqh Islam. Jadi, maknanya umum, tetapi maksudnya untuk suatu pengertian khusus. Ithlaaqul ‘aammi wa yuraadubihil khaashsh (disebut umum padahal dimaksudkan khusus).
Pembagian Syari’at Islam
Hukum yang diturunkan melalui Nabi Muhammad saw. untuk segenap manusia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Ilmu Tauhid, yaitu hukum atau peraturan-peraturan yang berhubungan dengan dasar-dasar keyakinan agama Islam, yang tidak boleh diragukan dan harus benar-benar menjadi keimanan kita. Misalnya, peraturan yang berhubungan dengan Dzat dan Sifat Allah swt. yang harus iman kepada-Nya, iman kepada rasul-rasul-Nya, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan iman kepada hari akhir termasuk di dalamnya kenikmatan dan siksa, serta iman kepada qadar baik dan buruk. Ilmu tauhid ini dinamakan juga Ilmi Aqidah atau Ilmu Kalam.
2. Ilmu Akhlak, yaitu peraturan-peraturan yang berhubungan dengan pendidikan dan penyempurnaan jiwa. Misalnya, segala peraturan yang mengarah pada perlindungan keutamaan dan mencegah kejelekan-kejelekan, seperti kita harus berbuat benar, harus memenuhi janji, harus amanah, dan dilarang berdusta dan berkhianat.
3. Ilmu Fiqh, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan hubungan manusia dengan sesamanya. Ilmu Fiqh mengandung dua bagian: pertama, ibadah, yaitu yang menjelaskan tentang hukum-hukum hubungan manusia dengan Tuhannya. Dan ibadah tidak sah (tidak diterima) kecuali disertai dengan niat. Contoh ibadah misalnya shalat, zakat, puasa, dan haji. Kedua, muamalat, yaitu bagian yang menjelaskan tentang hukum-hukum hubungan antara manusia dengan sesamanya. Ilmu Fiqh dapat juga disebut Qanun (undang-undang).
Posted in Basic Syariat Tagged hukum islam, syariat, syariat islam Leave a comment
Sumber Hukum Islam
Posted on August 31, 2010 by risdyanto
Al-Qur’an
Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia hingga akhir zaman (Saba’ QS 34:28). Sebagai sumber Ajaran Islam juga disebut sumber pertama atau Asas Pertama Syara’.
Al-Quran merupakan kitab suci terakhir yang turun dari serangkaian kitab suci lainnya yang pernah diturunkan ke dunia
Dalam upaya memahami isi Al Quran dari waktu ke waktu telah berkembang tafsiran tentang isi-isi Al-Qur’an namun tidak ada yang saling bertentangan.
Sunnah Rosul (Hadist Nabi)
Setiap perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad SAW yang menjadi suri tauladan seluruh muslim merupakan sebuah ketetapan hukum sebagai penjabaran detil oleh Nabi perihal hukum-hukum yang terdapat di Alquran.
Ijtihad
Ijtihad adalah sebuah usaha untuk menetapkan hukum Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis. Ijtihad dilakukan setelah Nabi Muhammad telah wafat sehingga tidak bisa langsung menanyakan pada beliau tentang suatu hukum namun hal-hal ibadah tidak bisa diijtihadkan. Beberapa macam ijtihad antara lain
* Ijma’, kesepakatan para ulama* Qiyas, diumpamakan dengan suatu hal yang mirip dan sudah jelas hukumnya* Maslahah Mursalah, untuk kemaslahatan umat* ‘Urf, kebiasaan
Posted in Basic Syariat Tagged Alquran, hadist, ijtihad, sunnah Leave a comment
Definisi Syariat Islam
Posted on August 31, 2010 by risdyanto
Syariat Islam adalah ajaran Islam yang membicarakan amal manusia baik sebagai makluk ciptaan Allah maupun hamba Allah.
Terkait dengan susunan tertib Syari’at, Al Quran Surat Al Ahzab ayat 36 mengajarkan bahwa sekiranya Allah dan RasulNya sudah memutuskan suatu perkara, maka umat Islam tidak diperkenankan mengambil ketentuan lain. Oleh sebab itu secara implisit dapat dipahami bahwa jika terdapat suatu perkara yang Allah dan RasulNya belum menetapkan ketentuannya maka umat Islam dapat menentukan sendiri ketetapannya itu. Pemahaman makna ini didukung oleh ayat dalam Surat Al Maidah QS 5:101 yang menyatakan bahwa hal-hal yang tidak dijelaskan ketentuannya sudah dimaafkan Allah.
Dengan demikian perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani hidup beribadahnya kepada Allah itu dapat disederhanakan dalam dua kategori, yaitu apa yang disebut sebagai perkara yang termasuk dalam kategori Asas Syara’ dan perkara yang masuk dalam kategori Furu’ Syara’.
* Asas Syara’
Yaitu perkara yang sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadits. Kedudukannya sebagai Pokok Syari’at Islam dimana Al Quran itu Asas Pertama Syara’ dan Al Hadits itu Asas Kedua Syara’. Sifatnya, pada dasarnya mengikat umat Islam seluruh dunia dimanapun berada, sejak kerasulan Nabi Muhammad saw hingga akhir zaman, kecuali dalam keadaan darurat.
Keadaan darurat dalam istilah agama Islam diartikan sebagai suatu keadaan yang memungkinkan umat Islam tidak mentaati syari’at Islam, ialah keadaan yang terpaksa atau dalam keadaan yang membahayakan diri secara lahir dan batin, dan keadaan tersebut tidak diduga sebelumnya atau tidak diinginkan sebelumnya, demikian pula dalam memanfaatkan keadaan tersebut tidak berlebihan. Jika keadaan darurat itu berakhir maka segera kembali kepada ketentuan syari’at yang berlaku.
* Furu’ Syara’
Yaitu perkara yang tidak ada atau tidak jelas ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist. Kedudukannya sebaga Cabang Syari’at Islam. Sifatnya pada dasarnya tidak mengikat seluruh umat Islam di dunia kecuali diterima Ulil Amri setempat menerima sebagai peraturan / perundangan yang berlaku dalam wilayah kekuasaanya.
Perkara atau masalah yang masuk dalam furu’ syara’ ini juga disebut sebagai perkara ijtihadiyah.
(sumber: www.syariatislam.info)
0 komentar:
Posting Komentar