Biografi Ir. Sri Bintang Pamungkas M.Si., Ph.D., S.E


25 Juni 1945, di Tulungagung, Jawa Timur lahir Sri Bintang Pamungkas dari pasangan ayah seorang hakim, Moenadji Soerjohadikoesoemo, dan ibu Soekartinah.
Tahun 1964, Setelah lulus dari SMA Negeri I, Surakarta,.
Tahun 1966-1968, sebagai anggota Komisi Pendidikan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa.
Tahun 1967-1979, Masa mahasiswanya diisi dengan kegiatan ekstra. Di ITB, menjadi Ketua Biro Pendidikan Himpunan Mahasiswa Mesin
Tahun 1971. Ia lulus , Bintang masuk jurusan Teknik Penerbangan ITB untuk mengejar cita-citanya menjadi insinyur yang bisa membuat pesawat terbang namun karena tak ada industri pesawat, sehingga ketika melanjutkan belajar ke jenjang master di University of Southern California, Amerika, ia berbelok ke Teknik Industri. Belum sampai selesai kuliahnya, beasiswanya habis. Daripada menganggur, Bintang belajar manajemen bisnis.

Tahun 1971, bekerja di pabrik perakitan sepeda motor Honda milik Astra, PT Federal Motor. Di sini ia bertahan sampai tahun 1974, terakhir sebagai engineering manager.
Tahun 1972 – 1974, sewaktu bekerja di pabrik tadi Bintang juga merangkap menjadi konsultan di Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi UI, dan menjadi staf pengajar tetap di Fakultas Teknik UI sampai sekarang.
Tahun 1974 – 1977, di samping itu, Bintang bekerja sebagai instruktur pada Program Perencanaan Nasional.
Tahun 1975, Bintang menulis buku “Getaran Mekanis”

Tahun 1979, ia melanjutkan studi di Teknik Industri, Universitas Southern Carolina dan memperoleh gelar master (MSISE) (master of science in industrial system engineering).

Tahun 1984, Bintang tertarik belajar ekonomi, dan atas bantuan Georgia Institute of Technology ia bisa mengikuti program doktor di Iowa State University. ia meraih doktor PhD
Bintang telah mengajar beberapa mata kuliah di Teknik Industri UI, termasuk Proses Manufaktur, Corporate Finance, dan Pengantar Ekonomi. Minat penelitiannya ‘adalah di bidang Ekonomi Industri dan bidang Manajemen Keuangan.

Dari 1985-1987,  menjadi ahli senior di Yayasan Bina Pembangunan. Ketika ICMI berdiri, ia ditunjuk menjadi Majelis Musyarokah Indonesia dan terpilih menjadi anggota Dewan Pakar.
Tahun 1986, Bintang adalah anggota senior Ikatan Sarjana Teknik dan Manajemen Industri.
Tahun 1986 – 1991 menjadi konsultan senior PT Summa International.
Tahun 1989, Bintang menulis buku “Metode Numerik”.
Tahun 1990, Bintang menulis buku  “Manajemen Industri”.
Tahun 1992, Bintang menulis buku “Teknik Sistem”.
Tahun 1993, menjelang pemilu, Bintang masuk ke PPP. Hebatnya, ketika itu nama Bintang langsung populer. Padahal ia bukan kader PPP. “Saya ini bukan kader PPP.  Bintang tak mau setengah-setengah dengan pilihannya, masuk PPP bukan tanpa cita-cita. Karena melihat umat Islam kurang maju, kurang daya pukulnya. Bintang bercita-cita agar PPP menjadi partai yang besar. Untuk itu Bintang mengaku sudah mempersiapkan segala sesuatunya. Baik istri maupun keenam anaknya sudah diajaknya bicara.
Tahun 1993, menjadi anggota Dewan Arbitrase Indonesia,  sebagai keaktifannya berorganisasi di dunia usaha.
Tahun 1994, Bintang menulis buku “rancangan Pokok-pokok Pikiran Sri-Bintang”  sepanjang 3 jilid .
tahun 1995, Tak jelas kenapa dalam Muktamar ICMI, Bintang tak terpilih lagi menjadi anggota Dewan Pakar. Bisa jadi karena ia dituduh menghina Presiden RI.
Sejak terjun ke politik praktis tingkat nasional, Bintang memilih, berjuang untuk demokrasi dan kesejahteraan rakyat. Sasaran perjuangan saat ini adalah menegakkan hal-hal yang dianggap harus berjalan dalam sebuah negara demokrasi. Misalnya, masalah tak berfungsinya, menurut penilaian Bintang, lembaga perwakilan rakyat. “Jangan dikira kalau ada pengaduan kemudian akan diselesaikan oleh DPR. Nonsense. Kalau ada image bahwa DPR itu telah membela rakyat, itu bohong,” kata bekas anggota DPR-RI ini. Bintang sadar yang dilakukannya sekarang adalah pilihan yang mengandung risiko.
“pamungkas” berarti “terakhir”( Jawa), sehingga orang mengira Sri Bintang Pamungkas adalah anak terakhir. Ternyata bukan itu maksudnya, Lahirnya bayi yang kemudian dinamakan Pamungkas. “diharapkan menandai perang yang terakhir yang terjadi di Indonesia, sehingga penjajahan selesai,” tutur si empunya nama.