KH Zainuddin MZ lahir pada tanggal 2 Maret 1951 di Jakarta. Beliau
merupakan seorang pemuka agama Islam di Indonesia. Julukannya adalah
“dai sejuta umat”. Merupakan anak tunggal buah cinta pasangan Turmudzi
dan Zainabun dari keluarga Betawi asli. Sejak kecil memang sudah nampak
mahir berpidato. Udin -nama panggilan keluarganya- suka naik ke atas
meja untuk berpidato di depan tamu yang berkunjung ke rumah kakeknya.
‘Kenakalan’ berpidatonya itu tersalurkan ketika mulai masuk Madrasah
Tsanawiyah hingga tamat Madrasah Aliyah di Darul Ma’arif, Jakarta. Di
sekolah ini ia belajar pidato dalam forum Ta’limul Muhadharah
(belajar berpidato).
Kebiasaannya membanyol dan mendongeng terus berkembang. Setiap kali
tampil, ia memukau teman-temannya. Kemampuannya itu terus terasah,
berbarengan permintaan ceramah yang terus mengalir. Karena ceramahnya
sering dihadiri puluhan ribu ummat, maka tak salah kalau pers
menjulukinya ‘Da’i Sejuta Umat’. Suami Hj. Kholilah ini semakin
dikenal masyarakat ketika ceramahnya mulai memasuki dunia rekaman.
Kasetnya beredar bukan saja di seluruh pelosok TautanNusantara, tapi
juga ke beberapa negara Asia. Sejak itu, da’i yang punya hobi
mendengarkan lagu-lagu dangdut ini mulai dilirik oleh beberapa stasiun
televisi. Bahkan dikontrak oleh sebuah biro perjalanan haji yang
bekerjasama dengan televisi swasta bersafari bersama artis ke berbagai
daerah yang disebut “Nada dan Dakwah”.
Zainuddin menyelesaikan semua sekolahnya di Jakarta dan menyelesaikan
strata satu di Universitas Syarif Hidayatullah, Jakarta. Dia mendapat
gelar doktor honoris causa dari Universitas Kebangsaan Malaysia.
Beliau pernah menjabat sebagai ketua umum Partai Bintang Reformasi,
kemudian digantikan oleh Bursah Zarnubi. Seiring pergantian tersebut,
terjadilah friksi di dalam partai. Zainuddin yang pernah aktif di Partai
Persatuan Pembangunan (PPP) kemudian dikabarkan kembali ke Partai
berlambang Ka’bah itu atas tawaran Surya Dharma Ali, Ketua Umum PPP.
Dengan ketokohan dan senioritasnya, Zainuddin tampil sebagai komandan
PPP Reformasi yang sebagian besar diisi kalangan muda PPP. Tapi, dia
menolak jika peran dominannya dinilai datang tiba-tiba. Sebab, katanya,
dia bukan orang baru di PPP.
Sebelum
masuk DPP, dia sudah menjadi pengurus aktif PPP, yakni menjadi anggota
dewan penasihat DPW DKI Jakarta. Lebih jauh lagi, berkat kelihaiannya
mengomunikasikan ajaran agama dengan gaya tutur yang luwes, sederhana,
dan dibumbui humor segar, partai yang merupakan fusi beberapa partai
Islam itu jauh-jauh hari (sejak Pemilu 1977) sudah memanfaatkannya
sebagai vote-getter.
Bersama Raja Dangdut H Rhoma Irama, dia berkeliling berbagai wilayah
mengampanyekan partai yang saat itu bergambar Ka’bah -sebelum berganti
gambar bintang. Hasil yang diperoleh sangat signifikan dan mempengaruhi
dominasi Golkar. Tak ayal, kondisi itu membuat penguasa Orde Baru
waswas. “Akibatnya, kita dapat teror. Saat itu ganas-ganasnya Golkar,”
tuturnya.
Totalitas Zainuddin buat PPP bisa dirunut dari latar belakangnya.
Pertama, secara kultural dia warga nahdliyin, atau menjadi bagian dari
keluarga besar NU. Dengan posisinya tersebut, dia ingin memperjuangkan
NU yang saat itu menjadi bagian dari fusi PPP yang dipaksakan Orde Baru
pada 5 Januari 1971. Untuk diketahui, ormas lain yang menjadi bagian
fusi itu, antara lain, Muslimin Indonesia (MI), Perti, dan PSII.
Selain itu, keterlibatannya dalam PPP tidak bisa dilepaskan dari guru
ngajinya, KH Idham Chalid. Sebab, gurunya yang pernah jadi ketua umum
PB NU itu salah seorang deklarator PPP. Dia mengaku lama nyantri di
Ponpes Idham Khalid yang berada di bilangan Cipete, yang belakangan
identik sebagai kubu dalam NU.
KH. Zainuddin MZ meninggal dunia, Selasa, 5 Juli 2011. Seperti yang
penulis kutip dari situs vivanews.com, “Beliau meninggal dunia jam 10.15
WIBÂ di RSPP,” ujar KH Mahdi yang merupakan kerabat dekat almarhum.