Profil Singkat
KRI Irian adalah kapal jenis penjelajah ringan (light cruiser) kelas Sverdlov (SY 189). Sebelum berpindah tangan, kapal ini dioperasikan terlebih dulu di kedinasan AL Uni Sovyet dengan nama Ordzonikidze (Object 055 - pengkodean NATO) sejak 30 Juni 1952. Sekalipun proyek pengembangan Sverdlov hendak dihentikan, akan tetapi pihak Uni Sovyet tidak sekalipun menjual kapal ini ke negara lain, termasuk sekutunya sendiri. Bisa dimaklumi karena ketika itu kerahasiaan militer Sovyet begitu ketat. Uni Sovyet sendiri hanya membuat kelas Sverdlov sebanyak 14 buah di mana untuk KRI Irian (Ordzonikidze) memiliki kode Project 68B.

KRI Irian memiliki total panjang dek 210 meter dan panjang di atas permukaan air 205 meter, hampir dua kali panjang lapangan sepak bola. Sebelum dibawa ke Indonesia, KRI Irian mengalami perombakan agar mampu beroperasi di perairan tropis. Sayangnya, perombakan hanya bisa dilakukan seadanya mengingat keterbatasan biaya sehingga hanya mengganti genset yang lebih kuat untuk menggerakkan beberapa ventilator tambahan.
Fakta Sejarah
Sedianya, KRI Irian hendak digunakan untuk (sekedar) mengusir armada Hr Ms Karel Dorman di perairan Irian Barat, sekaligus untuk mengamankan keseluruhan Operasi Trikora. Bisa dimaklumi, AA Guns yang diusung KRI Irian sudah cukup mumpuni untuk merontokkan armada udara Hr Ms Karel Dorman seperti Neptune dan Firefly. KRI Irian tiba di perairan Indonesia pada tanggal 5 Agustus 1962, selang beberapa bulan setelah Pertempuran Aru (15 Januari 1962). Ketika berada di perairan Indonesia, KRI Irian belum sempat bertemu dengan Armada Hr Ms Karel Doorman yang telebih dahulu menyingkir di perairan Irian Barat.
Nampaknya kehadiran KRI Irian memberikan dampak politik yang cukup besar sekalipun belum pernah tercatat terlibat kontak fisik. Hal ini terbukti membuat Amerika Serikat untuk memaksa Belanda segera keluar dari NKRI untuk melakukan perundingan dengan Pemerintah Indonesia di New York tanggal 15 Agustus 1962. Selama perundingan, KRI Irian sempat masuk kembali ke dok Vladivostok untuk dilakukan perbaikan ulang di dermaga Daldavod pada tahun 1964. Ketika dikirimkan kembali ke Indonesia yang dikawal destroyer Sovyet, pihak Kerajaan Belanda sudah mengakui penyerahan Irian Barat.
Beberapa Versi Nasib Terakhir KRI Irian
Tidak ada kepastian mengenai keberadaan KRI Irian hingga saat ini. Mengenai kontroversi ini tidak hanya pernah diulas dalam kolom singkat Majalah Angkasa, akan tetapi pernah pula disinggung oleh Majalah Tempo. Sayangnya, beberapa sumber majalah militer internasional juga tidak memberikan informasi yang jelas, atau masih misterius tentang keberadaan KRI Irian.
Hingga saat ini, setidaknya ada 3 versi tentang keberadaan atau nasib terakhir KRI Irian.
Versi Pertama, menyebutkan bahwa KRI Irian dibesituakan (scrap) di Taiwan semasa TNI-AL dipimpin oleh Laksamana Soedomo (KSAL) pada tahun 1970. Alasannya, keberadaan KRI Irian sudah tidak memungkinkan lagi untuk dipertahankan mengingat kondisi fisik yang sudah memprihatinkan. Jika saja dibesituakan di Taiwan, akan tetapi tidak ditemukan catatan administratif mengenai keberadaan kapal penjelajah ringan kelas Sverdlov di dok besi tua di Taiwan.
Versi Kedua, KRI Irian dijual ke Jepang setelah semua persenjataannya dilucuti. Tidak jelas pula alasannya karena di Tanjung Priok ketika itu masih terdapat dua buah gudang suku cadang. Informasi yang disebutikan oleh Hendro Subroto mengatakan bahwa perawatan teknisi tidak dapat dilakukan lagi karena sebelumnya perawatan lebih banyak ditangani oleh teknisi dari Rusia. Sekalipun demikian, tidak ditemukan pula laporan adanya kapal penjelajah ringan kelas Sverdlov yang mangkir di dermaga ataupun dok di Jepang.
Versi Ketiga, menyebutkan bahwa ketika dibawa keluar untuk dibesituakan, di tengah perjalanan KRI Irian dicegat oleh kapal Uni Sovyet. Versi ketiga ini adalah analisis dari saya sendiri setelah membaca laporan dari berbagai majalah militer yang mengulas mengenai persenjataan Uni Sovyet semasa perang dingin. Pada pemabahasan di awal sudah saya sebutkan jika Uni Sovyet hanya menjual penjelajah ringan kelas Sverdlov kepada dua negara, yaitu Indonesia (1962) dan India (1989 – Scrap). Ada dugaan jika pihak yang paling tidak menginginkan apabila kelas Sverdlov jatuh ke tangan pihak Barat adalah Uni Sovyet. Teori ketiga, ada kemungkinan Uni Sovyet mencegat kapal tersebut dan kemudian mengambil alih dengan kesepakatan, bisa jadi dengan mengurangi sejumlah hutang pembelian senjata yang belum dilunasi atau bisa jadi dengan membayarkan secara tunai. Di antara keseluruhan kelas Sverdlov sebanyak 14 biji itu, hanya keberadaan KRI Irian (Ordzhonikidze – Object 055) yang masih misterius.
LEO KUSUMA - Diari Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar