Jajaran pimpinan Negara Islam Indonesia (NII) yang ada di Kab. Garut, dengan tegas membantah telah melakukan praktik cuci otak dan memeras harta. Cuci otak dan peras harta, menurut mereka dilakukan kelompok yang memanfaatkan nama besar NII.Profil Singkat
Hal tersebut diungkapkan Menteri Perencanaan Pembangunan NII Wilayah Garut, Lukman Hakim, yang ditemui di kediamannya di Kp. Babakan Cipari, Desa Sukarasa, Kec. Pangatikan, Kab. Garut, Kamis (28/4).
“NII yang asli tidak pernah melakukan aksi cuci otak dan peras harta, apalagi untuk melancarkan aksi kejahatan karena hal itu jelas-jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Perbuatan kotor seperti itu pasti dilakukan kelompok tertentu, yang memanfaatkan nama besar NII,” ujarnya.
Menurut Lukman, selain NII asli yaitu NII yang di dalamnya ada dirinya selaku pengurus, saat ini juga ada NII palsu. NII palsu inilah menurutnya, yang melakukan aksi cuci otak dan peras harta terhadap korbannya.
Dikatakan Lukman, awal mula kemunculan NII berasal dari Garut. Gerakan pemberontakan ini mulai muncul pada 1949 dengan nama Darul Islam, yang dipimpin Sekarmaji Marijan Kartosuwirjo. Pada 7 Agustus 1949, kelompok ini memproklamasikan diri sebagai NII.
Keberadaan NII di Kab. Garut mencuat kembali pada 2007 di bawah pimpinan Imam Besar atau Panglima Tertinggi, Sensen Komara yang merupakan putra dari Bupati DI Sumedang masa kepemimpinan DI Kartosuwirjo, Bakar Misbah.
Sensen mengklaim, pengikutnya di seluruh Indonesia mencapai 30 juta, sedangkan di wilayah Garut mencapai 5.000 orang. Asumsi tersebut didapatnya berdasarkan surat maklumat yang dia edarkan menjelang pemilu tahun 1999. Pada saat itu, dia sebarkan surat kepada umat agar golput pada pemilu dan angka golput mencapai 30 juta orang.
Menurut Lukman, pada NII asli, selama ini tidak ada perekrutan anggota. Sebab semuanya berdasarkan kerelaan atau kemauan sendiri. NII asli tidak pernah menjalankan aksi cuci otak dan peras harta anggota, karena berdasarkan pandangan mereka, orang yang dapat menjalankan agama Islam sesuai pemahamannya harusnya membuat bahagia.
Diungkapkannya, tujuan NII yang asli yaitu mardotillah, menciptakan masyarakat madani, kehidupan sosial yang makmur sesuai dengan Islam. Tujuan NII bukan membuat negara di dalam negara, tapi umat NII butuh pemimpin yang membimbing dalam menjalankan keislaman.
Ia mengatakan, NII yang asli memegang teguh komitmen terhadap imamnya, menghentikan tembak-menembak, menghilangkan permusuhan, serta menyerukan untuk kembali ke pangkuan RI.
Pusat wilayah
Ungkapan senada juga dilontarkan komunitas NII di Desa Purbayani, Kec. Caringin. Mereka menduga muncul golongan yang menyimpang yang mengatasnamakan NII. Saat ini menurut mereka, tercatat ada 30 kepala keluarga (KK) pengikut NII dengan jumlah jiwa mencapai 150 orang di Desa Purbayani. Sebab itu, Kec. Caringin ditetapkan sebagai pusat wilayah.
Penanggung Jawab NII Wilayah Garut Selatan, H. Iri menjelaskan, saat ini komunitasnya sudah tidak rentan terhadap gesekan sesama penduduk di Desa Purbayani. Penyebabnya, banyak perbedaan pelaksanaan ibadah yang saat ini sudah kembali lagi, seperti yang diterapkan penganut agama Islam pada umumnya.
Sementara itu, Tasdik Thabrani, cucu Iri yang ditunjuk menjadi mubalig muda di komunitas NII Desa Purbayani mengatakan, saat ini NII sudah masuk fase mubahalah. Yaitu posisi di mana upaya pembentukan negara NII sudah beres. “Mubahalah dideklarasikan 26 November 2009 lalu,” tuturnya.
Ia mengatakan, dengan status baru tersebut NII sudah tinggal berjalan, karena memandang struktur organisasinya sudah solid. Tasdik juga mengatakan, sangat kecil kemungkinannya jika ada pengikut NII yang merekrut penganut baru. Apalagi dengan cara-cara mencuci otak, ditambah perintah untuk menguras harta kekayaan keluarga pengikut baru guna keberlangsungan NII.
Siap mengusir
Secara terpisah, Kepala Desa Purbayani, Heryanto mengaku, sudah siap siaga mengusir komunitas NII di kawasannya. Namun dia menunggu momentum yang tepat. Dia tidak berani mengambil risiko pelanggaran HAM ketika mengusir tanpa ada tindakan meresahkan, yang dilakukan komunitas tersebut.
Heryanto menjelaskan, pihaknya sudah berkali-kali mengajak rembukan komunitas NII dengan jajaran Muspika beserta MUI Kec. Caringin. Namun upaya itu belum menghasilkan keputusan. Komunitas NII tetap kukuh dengan pendiriannya. “Mereka tetap ingin menyebut desa ini Desa NII, Kec. NII, Polisi NII, dan Negara NII,” terangnya.
Diakuinya, aparat pemerintahan setempat selama ini menemui kesulitan dalam mengambil tindakan tegas kepada komuntias NII. Hal ini disebabkan, selama ini komunitas tersebut masih bergerak internal di lingkup keluarga. Tapi jika mereka sudah bersyiar dan sampai mengajak masyarakat umum, Heryanto mengatakan, aparat bisa menciduk dengan dugaan penistaan agama.
“Jika sekali lagi muncul anggota komunitas NII yang bersyiar ke masyarakat umum, hal itu bisa menjadi senjata kami untuk mengusir komunitas tersebut dari kawasan ini,” tegasnya.
30/04/2011,
sumber :http://www.garutkab.go.id/pub/news/plain/6454-nii-garut-tolak-cuci-otak-dan-peras-harta.html
0 komentar:
Posting Komentar