Hari-hari Panjang bersama Taliban

Dua wartawan, Stephane Taponier (46) dan Herve Ghesquiere (47), disambut bak pahlawan saat tiba kembali di tanah air mereka, Perancis, Kamis (30/6). Presiden Perancis Nicolas Sarkozy dan Ibu Negara Carla Bruni-Sarkozy, Menteri Luar Negeri Perancis Alain Juppe, dan Menteri Pertahanan GĂ©rard Longuet bergabung dengan pihak keluarga yang menyambut langsung kedua wartawan itu saat mereka turun dari pesawat yang membawa mereka dari Kabul, Afganistan.

 Taponier dan Ghesquiere menjadi pemicu gerakan nasional di Perancis sejak mereka bersama tiga rekan mereka dari Afganistan diculik gerombolan Taliban, 30 Desember 2009. Sejak saat itu, rakyat Perancis dan mereka sendiri tak pernah tahu kapan mereka akan dibebaskan atau bahkan apakah mereka akan dibebaskan.
Mereka berdua bekerja untuk stasiun televisi France 3, Taponier sebagai kamerawan dan Ghesquiere sebagai reporter. Keduanya berada di Afganistan untuk meliput perang yang sedang berkecamuk di sana.
Mereka seharusnya dititipkan kepada pasukan Perancis yang menjadi bagian dari International Security Assistance Force (ISAF), pasukan koalisi internasional di Afganistan. Namun, hari itu, dua orang tersebut memutuskan melakukan liputan sendiri di luar aktivitas pasukan Perancis. Didampingi seorang penerjemah, editor, dan sopir lokal, mereka meliput proyek rekonstruksi jalan raya di sebelah timur Kabul.
Saat itulah para milisi Taliban menemukan mereka dan langsung menculik serta membawa mereka ke tempat persembunyian. Hari-hari buruk yang panjang bagi Taponier dan Ghesquiere pun dimulai....
Dipisah
Mereka berdua mengaku tak pernah diancam atau diperlakukan kasar oleh para penculik mereka selama lebih dari 18 bulan berada dalam tahanan. Meski demikian, mereka mengakui kondisi hidup mereka sangat sulit.
”Kami dikurung selama 23 jam 45 menit setiap hari, dengan hanya dua kali waktu istirahat untuk ke toilet, yakni waktu subuh dan petang hari,” tutur Ghesquiere.
Mereka hampir tak pernah melihat sinar matahari karena jendela di kamar tempat mereka dikurung diberi semacam penutup.
Mereka memakan makanan yang sama setiap hari. Tidak disebutkan jenis makanan apa yang mereka makan. Namun, menurut Ghesquiere, soal makanan ini menjadi hal terburuk selama mereka ditahan. ”Makanannya tidak dibuat khusus untuk tahanan, tetapi lebih seperti makanan khas orang-orang pegunungan Afganistan. Tidak terlalu banyak yang bisa dimakan dan selalu makanan yang sama. Sangat buruk,” kata wartawan spesialis liputan perang ini.
Kondisi mereka bertambah parah karena mereka tidak selalu dikurung dalam satu kamar. Tiga bulan setelah ditangkap, Taponier dan Ghesquiere dikurung di kamar terpisah. Kondisi itu berlangsung sampai delapan bulan berikutnya.
Belakangan, pihak milisi Taliban memberi mereka radio kecil, yang mampu menangkap siaran radio luar negeri. Taponier bahkan berhasil menangkap siaran Radio France International dan tahu bahwa rakyat Perancis masih mengingat dan memperjuangkan pembebasan mereka.
”Benar-benar hari-hari yang sangat panjang. Tetapi, kami sadar, hal terpenting adalah menjaga moral kita tetap positif,” ujar Taponier, yang mengaku menggunakan waktunya untuk berolahraga untuk menghindari kebosanan.
Mereka akhirnya dibebaskan, Rabu (29/6). Apa yang membuat mereka akhirnya dibebaskan masih belum jelas sampai saat ini. Pemerintah Perancis membantah telah membayar sejenis tebusan untuk membebaskan mereka, tetapi juga tidak bersedia mengungkap detail negosiasi pembebasan itu.
(AP/AFP/Reuters/DHF)

0 komentar: