UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2011
TENTANG
INTELIJEN NEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional negara yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial sebagaimana diamanatkan di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penting dilakukan deteksi dini dan peringatan dini yang mampu mendukung upaya menangkal segala bentuk ancaman yang membahayakan eksistensi dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. bahwa sejalan dengan perubahan, perkembangan situasi, dan kondisi lingkungan strategis, perlu melakukan deteksi dini dan peringatan dini terhadap berbagai bentuk dan sifat ancaman, baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang bersifat kompleks serta memiliki spektrum yang sangat luas;
c. bahwa untuk melakukan deteksi dini dan peringatan dini guna mencegah terjadinya pendadakan dari berbagai ancaman, diperlukan Intelijen Negara yang tangguh dan profesional, serta penguatan kerja sama dan koordinasi Intelijen Negara dengan menghormati hukum, nilai-nilai demokrasi, dan hak asasi manusia sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d. bahwa untuk memberikan kepastian hukum dan sesuai dengan kebutuhan hukum dalam masyarakat, penyelenggaraan Intelijen Negara sebagai lini pertama dari sistem keamanan nasional perlu diatur secara lebih komprehensif;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Intelijen Negara;
Mengingat: Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28I, dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG INTELIJEN NEGARA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Intelijen adalah pengetahuan, organisasi, dan kegiatan yang terkait dengan perumusan kebijakan, strategi nasional, dan pengambilan keputusan berdasarkan analisis dari informasi dan fakta yang terkumpul melalui metode kerja untuk pendeteksian dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional.
2. Intelijen Negara adalah penyelenggara Intelijen yang merupakan bagian integral dari sistem keamanan nasional yang memiliki wewenang untuk menyelenggarakan fungsi dan kegiatan Intelijen Negara.
3. Personel Intelijen Negara adalah warga negara Indonesia yang memiliki kemampuan khusus Intelijen dan mengabdikan diri dalam dinas Intelijen Negara.
4. Ancaman adalah setiap upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, yang dinilai dan/atau dibuktikan dapat membahayakan keselamatan bangsa, keamanan, kedaulatan, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan kepentingan nasional di berbagai aspek, baik ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, maupun pertahanan dan keamanan.
5. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
6. Rahasia Intelijen adalah informasi, benda, personel, dan/atau upaya, pekerjaan, kegiatan Intelijen yang dilindungi kerahasiaannya agar tidak dapat diakses, tidak dapat diketahui, dan tidak dapat dimiliki oleh pihak yang tidak berhak.
7. Masa Retensi adalah jangka waktu pelindungan dan penyimpanan Rahasia Intelijen.
8. Pihak Lawan adalah pihak dari dalam dan luar negeri yang melakukan upaya, pekerjaan, kegiatan, serta tindakan yang dapat mengancam kepentingan dan keamanan nasional.
9. Sasaran adalah orang, benda, atau kondisi yang ingin dicapai dari fungsi Intelijen.
10. Kode Etik Intelijen Negara adalah pedoman bersikap, berbicara, bertindak, dan berperilaku bagi Personel Intelijen Negara di dalam melaksanakan tugas dan dalam pergaulan hidup sehari-hari.
Pasal 2 Asas penyelenggaraan Intelijen meliputi:
a. profesionalitas;
b. kerahasiaan;
c. kompartementasi;
d. koordinasi;
e. integritas;
f. netralitas;
g. akuntabilitas; dan
h. objektivitas.
Pasal 3 Hakikat Intelijen Negara merupakan lini pertama dalam sistem keamanan nasional. BAB II PERAN, TUJUAN, FUNGSI, DAN RUANG LINGKUP Bagian Kesatu Peran Pasal 4 Intelijen Negara berperan melakukan upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan untuk deteksi dini dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan terhadap setiap hakikat Ancaman yang mungkin timbul dan mengancam kepentingan dan keamanan nasional. Bagian Kedua Tujuan Pasal 5 Tujuan Intelijen Negara adalah mendeteksi, mengidentifikasi, menilai, menganalisis, menafsirkan, dan menyajikan Intelijen dalam rangka memberikan peringatan dini untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan bentuk dan sifat Ancaman yang potensial dan nyata terhadap keselamatan dan eksistensi bangsa dan negara serta peluang yang ada bagi kepentingan dan keamanan nasional. Bagian Ketiga Fungsi Pasal 6
(1) Intelijen Negara menyelenggarakan fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan.
(2) Penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas serangkaian upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk mencari, menemukan, mengumpulkan, dan mengolah informasi menjadi Intelijen, serta menyajikannya sebagai bahan masukan untuk perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan.
(3) Pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk mencegah dan/atau melawan upaya, pekerjaan, kegiatan Intelijen, dan/atau Pihak Lawan yang merugikan kepentingan dan keamanan nasional.
(4) Penggalangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas serangkaian upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk memengaruhi Sasaran agar menguntungkan kepentingan dan keamanan nasional.
(5) Dalam menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) harus menghormati hukum, nilai-nilai demokrasi, dan hak asasi manusia.
Bagian Keempat Ruang lingkup Pasal 7 Ruang lingkup Intelijen Negara meliputi:
a. Intelijen dalam negeri dan luar negeri;
b. Intelijen pertahanan dan/atau militer;
c. Intelijen kepolisian;
d. Intelijen penegakan hukum; dan
e. Intelijen kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian.
BAB III PENYELENGGARAAN INTELIJEN NEGARA Bagian Kesatu Umum Pasal 8 Intelijen Negara dilaksanakan oleh:
a. penyelenggara Intelijen Negara dalam negeri dan luar negeri;
b. penyelenggara Intelijen Negara pertahanan dan/atau militer;
c. penyelenggara Intelijen Negara dalam rangka pelaksanaan tugas kepolisian;
d. penyelenggara Intelijen Negara dalam rangka penegakan hukum; dan
e. penyelenggara Intelijen Negara dalam rangka pelaksanaan tugas kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian.
Bagian Kedua Penyelenggara Intelijen Negara Pasal 9 Penyelenggara Intelijen Negara terdiri atas:
a. Badan Intelijen Negara;
b. Intelijen Tentara Nasional Indonesia;
c. Intelijen Kepolisian Negara Republik Indonesia;
d. Intelijen Kejaksaan Republik Indonesia; dan
e. Intelijen kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian.
Paragraf 1 Badan Intelijen Negara Pasal 10
(1) Badan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a merupakan alat negara yang menyelenggarakan fungsi Intelijen dalam negeri dan luar negeri.
(2) Fungsi Intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 2 Intelijen Tentara Nasional Indonesia Pasal 11
(1) Intelijen Tentara Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b menyelenggarakan fungsi Intelijen pertahanan dan/atau militer.
(2) Fungsi Intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3 Intelijen Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 12 (1) Intelijen Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c menyelenggarakan fungsi Intelijen kepolisian.
(2) Fungsi Intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 4 Intelijen Kejaksaan Republik Indonesia Pasal 13
(1) Intelijen Kejaksaan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d menyelenggarakan fungsi Intelijen penegakan hukum.
(2) Fungsi Intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 5 Intelijen Kementerian/Lembaga Pemerintah Nonkementerian Pasal 14
(1) Intelijen kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf e menyelenggarakan fungsi Intelijen kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian.
(2) Fungsi Intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 6 Rehabilitasi, Kompensasi, dan Restitusi Pasal 15
(1) Setiap Orang yang dirugikan akibat dari pelaksanaan fungsi Intelijen dapat mengajukan permohonan rehabilitasi, kompensasi, dan restitusi.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IV PERSONEL INTELIJEN NEGARA Bagian Kesatu Umum Pasal 16 Personel Intelijen Negara merupakan warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang untuk mengabdikan diri dalam dinas Intelijen. Bagian Kedua Hak dan Kewajiban Pasal 17 Setiap Personel Intelijen Negara berhak:
a. mendapatkan pelindungan dalam melaksanakan tugas, upaya, pekerjaan, kegiatan, dan fungsi Intelijen Negara;
b. mendapatkan pelindungan bagi keluarganya pada saat Personel Intelijen Negara melaksanakan tugas, upaya, pekerjaan, kegiatan, dan fungsi Intelijen Negara; dan
c. mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan penugasan Intelijen secara berjenjang dan berkelanjutan.
Pasal 18 Setiap Personel Intelijen Negara wajib:
a. mengucapkan dan menaati sumpah atau janji Intelijen Negara;
b. merahasiakan seluruh upaya, pekerjaan, kegiatan, Sasaran, informasi, fasilitas khusus, alat peralatan dan perlengkapan khusus, dukungan, dan/atau Personel Intelijen Negara yang berkaitan dengan penyelenggaraan fungsi dan aktivitas Intelijen Negara;
c. menaati Kode Etik Intelijen Negara; dan
d. melaksanakan tugas dan fungsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga Sumpah atau Janji Intelijen Negara Pasal 19
(1) Sebelum diangkat sebagai Personel Intelijen Negara, setiap calon Personel Intelijen Negara wajib mengucapkan sumpah atau janji Intelijen Negara sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
(2) Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
”Demi Allah saya bersumpah atau saya berjanji: Bahwa saya akan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa saya akan menjunjung tinggi hak asasi manusia, demokrasi, dan supremasi hukum. Bahwa saya akan menjalankan tugas dan wewenang dalam jabatan saya dengan sungguh-sungguh, saksama, objektif, berani, dan profesional. Bahwa saya akan menjunjung tinggi Kode Etik Intelijen Negara di setiap tempat, waktu, dan dalam keadaan bagaimanapun juga. Bahwa saya pantang menyerah dalam menjalankan segala tugas dan kewajiban jabatan. Bahwa saya akan memegang teguh segala rahasia Intelijen Negara dalam keadaan bagaimanapun juga”. Bagian Keempat Kode Etik dan Dewan Kehormatan Intelijen Negara Pasal 20
(1) Personel Intelijen Negara dalam menjalankan tugasnya terikat pada Kode Etik Intelijen Negara.
(2) Kode Etik Intelijen Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Badan Intelijen Negara.

Pasal 21
(1) Pengawasan atas pelaksanaan Kode Etik Intelijen Negara dilakukan oleh Dewan Kehormatan Intelijen Negara.
(2) Dewan Kehormatan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh masing-masing penyelenggara Intelijen Negara dan bersifat ad hoc.
(3) Dewan Kehormatan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran Kode Etik Intelijen Negara yang dilakukan oleh Personel Intelijen Negara.
(4) Ketentuan mengenai susunan dan tata kerja Dewan Kehormatan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Kepala Badan Intelijen Negara.
Bagian Kelima Perekrutan dan Pengembangan Profesi Paragraf 1 Perekrutan Pasal 22
(1) Perekrutan sumber daya manusia Intelijen Negara terdiri atas:
a. Badan Intelijen Negara berasal dari lulusan Sekolah Tinggi Intelijen Negara, penyelenggara Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, serta perseorangan yang memenuhi persyaratan; dan
b. penyelenggara Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e berasal dari pegawai negeri di masing-masing penyelenggara Intelijen Negara.
(2) Perekrutan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan persyaratan dan melalui seleksi sesuai dengan ketentuan masing-masing penyelenggara Intelijen Negara.

Paragraf 2 Pengembangan Profesi Pasal 23
(1) Pengembangan kemampuan profesional Personel Intelijen Negara dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, dan penugasan Intelijen secara berjenjang dan berkelanjutan.
(2) Pengembangan kemampuan profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut sesuai dengan ketentuan masing-masing penyelenggara Intelijen Negara.
Bagian Keenam Pelindungan Personel Intelijen Negara Pasal 24
(1) Negara wajib memberikan pelindungan terhadap setiap Personel Intelijen Negara dalam melaksanakan tugas dan fungsi Intelijen.
(2) Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelindungan pribadi dan pelindungan terhadap keluarganya.
BAB V KERAHASIAAN INTELIJEN Pasal 25
(1) Rahasia Intelijen merupakan bagian dari rahasia negara.
(2) Rahasia Intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikategorikan dapat:
a. membahayakan pertahanan dan keamanan negara;
b. mengungkapkan kekayaan alam Indonesia yang masuk dalam kategori dilindungi kerahasiaannya;
c. merugikan ketahanan ekonomi nasional;
d. merugikan kepentingan politik luar negeri dan hubungan luar negeri;
e. mengungkapkan memorandum atau surat yang menurut sifatnya perlu dirahasiakan;
f. membahayakan sistem Intelijen Negara;
g. membahayakan akses, agen, dan sumber yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi Intelijen;
h. membahayakan keselamatan Personel Intelijen Negara; atau
i. mengungkapkan rencana dan pelaksanaan yang berkaitan dengan penyelenggaraan fungsi Intelijen.
(3) Rahasia Intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki Masa Retensi.
(4) Masa Retensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku selama 25 (dua puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(5) Rahasia Intelijen dapat dibuka sebelum Masa Retensinya berakhir untuk kepentingan pengadilan dan bersifat tertutup.
Pasal 26 Setiap Orang atau badan hukum dilarang membuka dan/atau membocorkan Rahasia Intelijen. BAB VI BADAN INTELIJEN NEGARA Bagian Kesatu Kedudukan Pasal 27 Badan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Bagian Kedua Fungsi Pasal 28
(1) Badan Intelijen Negara menyelenggarakan fungsi Intelijen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 di dalam negeri dan di luar negeri.
(2) Selain menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Intelijen Negara menyelenggarakan fungsi koordinasi Intelijen Negara.
Bagian Ketiga Tugas Pasal 29 Badan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) bertugas:
a. melakukan pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang Intelijen;
b. menyampaikan produk Intelijen sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan pemerintah;
c. melakukan perencanaan dan pelaksanaan aktivitas Intelijen;
d. membuat rekomendasi yang berkaitan dengan orang dan/atau lembaga asing; dan
e. memberikan pertimbangan, saran, dan rekomendasi tentang pengamanan penyelenggaraan pemerintahan.
Bagian Keempat Wewenang Pasal 30 Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Badan Intelijen Negara berwenang:
a. menyusun rencana dan kebijakan nasional di bidang Intelijen secara menyeluruh;

b. meminta bahan keterangan kepada kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau lembaga lain sesuai dengan kepentingan dan prioritasnya;
c. melakukan kerja sama dengan Intelijen negara lain; dan
d. membentuk satuan tugas.
Pasal 31 Selain wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 Badan Intelijen Negara memiliki wewenang melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian informasi terhadap Sasaran yang terkait dengan:
a. kegiatan yang mengancam kepentingan dan keamanan nasional meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, dan sektor kehidupan masyarakat lainnya, termasuk pangan, energi, sumber daya alam, dan lingkungan hidup; dan/atau
b. kegiatan terorisme, separatisme, spionase, dan sabotase yang mengancam keselamatan, keamanan, dan kedaulatan nasional, termasuk yang sedang menjalani proses hukum.
Pasal 32
(1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilakukan berdasarkan peraturan perundangan-undangan.
(2) Penyadapan terhadap Sasaran yang mempunyai indikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilaksanakan dengan ketentuan:
a. untuk penyelenggaraan fungsi Intelijen;
b. atas perintah Kepala Badan Intelijen Negara; dan
c. jangka waktu penyadapan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan.
(3) Penyadapan terhadap Sasaran yang telah mempunyai bukti permulaan yang cukup dilakukan dengan penetapan ketua pengadilan negeri.

Pasal 33
(1) Pemeriksaan terhadap aliran dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilakukan dengan ketentuan:
a. untuk penyelenggaraan fungsi Intelijen; dan
b. atas perintah Kepala Badan Intelijen Negara.
(2) Dalam melakukan pemeriksaan terhadap aliran dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bank Indonesia, bank, penyedia jasa keuangan, atau lembaga analisis transaksi keuangan wajib memberikan informasi kepada Badan Intelijen Negara.
Pasal 34
(1) Penggalian informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilakukan dengan ketentuan:
a. untuk penyelenggaraan fungsi Intelijen;
b. atas perintah Kepala Badan Intelijen Negara;
c. tanpa melakukan penangkapan dan/atau penahanan; dan
d. bekerja sama dengan penegak hukum terkait.
(2) Dalam melakukan penggalian informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penegak hukum terkait wajib membantu Badan Intelijen Negara.
Bagian Kelima Organisasi Pasal 35
(1) Badan Intelijen Negara dipimpin oleh seorang Kepala dan dibantu oleh seorang Wakil Kepala.
(2) Pengangkatan dan pemberhentian Kepala dan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 36
(1) Kepala Badan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

(2) Untuk mengangkat Kepala Badan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden mengusulkan 1 (satu) orang calon untuk mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(3) Pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia terhadap calon Kepala Badan Intelijen Negara yang dipilih oleh Presiden disampaikan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja, tidak termasuk masa reses, terhitung sejak permohonan pertimbangan calon Kepala Badan Intelijen Negara diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Pasal 37 Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja Badan Intelijen Negara diatur dengan Peraturan Presiden. BAB VII KOORDINASI INTELIJEN NEGARA Pasal 38
(1) Badan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a berkedudukan sebagai koordinator penyelenggara Intelijen Negara.
(2) Penyelenggara Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e wajib berkoordinasi dengan Badan Intelijen Negara.
(3) Ketentuan mengenai koordinasi Intelijen Negara diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 39 Badan Intelijen Negara dalam kedudukannya sebagai koordinator penyelenggara Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) bertugas:
a. mengoordinasikan penyelenggaraan Intelijen Negara;
b. memadukan produk Intelijen;
c. melaporkan penyelenggaraan koordinasi Intelijen Negara kepada Presiden; dan

d. mengatur dan mengoordinasikan Intelijen pengamanan pimpinan nasional.
Pasal 40 Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, Badan Intelijen Negara berwenang:
a. mengoordinasikan kebijakan di bidang Intelijen;
b. mengoordinasikan pelaksanaan fungsi Intelijen kepada penyelenggara Intelijen Negara;
c. menata dan mengatur sistem Intelijen Negara;
d. menetapkan klasifkasi Rahasia Intelijen; dan
e. membina penggunaan peralatan dan material Intelijen.
BAB VIII PEMBIAYAAN, PERTANGGUNGJAWABAN, DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu Pembiayaan Pasal 41 Biaya yang diperlukan untuk penyelenggaraan Intelijen Negara dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Bagian Kedua Pertanggungjawaban Pasal 42
(1) Laporan dan pertanggungjawaban penyelenggara Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a disampaikan secara tertulis kepada Presiden.
(2) Laporan dan pertanggungjawaban penyelenggara Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e disampaikan secara tertulis kepada pimpinan masing-masing.

Bagian Ketiga Pengawasan Pasal 43
(1) Pengawasan internal untuk setiap penyelenggara Intelijen Negara dilakukan oleh pimpinan masing-masing.
(2) Pengawasan eksternal penyelenggara Intelijen Negara dilakukan oleh komisi di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang khusus menangani bidang Intelijen.
(3) Dalam melaksanakan Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), komisi membentuk tim pengawas tetap yang terdiri atas perwakilan fraksi dan pimpinan komisi di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang khusus menangani bidang Intelijen serta keanggotaannya disahkan dan disumpah dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dengan ketentuan wajib menjaga Rahasia Intelijen.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan tim pengawas tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IX KETENTUAN PIDANA Pasal 44 Setiap Orang yang dengan sengaja mencuri, membuka, dan/atau membocorkan Rahasia Intelijen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 45
Setiap Orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan bocornya Rahasia Intelijen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Pasal 46
(1) Setiap Personel Intelijen Negara yang membocorkan upaya, pekerjaan, kegiatan, Sasaran, informasi, fasilitas khusus, alat peralatan dan perlengkapan khusus, dukungan, dan/atau Personel Intelijen Negara yang berkaitan dengan penyelenggaraan fungsi dan aktivitas Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Personel Intelijen Negara dalam keadaan perang dipidana dengan ditambah 1/3 (sepertiga) dari masing-masing ancaman pidana maksimumnya.
Pasal 47 Setiap Personel Intelijen Negara yang melakukan penyadapan di luar fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 48 Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 49 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Intelijen Negara dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Pasal 50
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 7 November 2011 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 7 November 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. AMIR SYAMSUDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 105
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI
Asisten Deputi Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
Wisnu Setiawan
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2011
TENTANG
INTELIJEN NEGARA
I. UMUM
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat menyebutkan bahwa pembentukan Pemerintah Negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial yang senantiasa diupayakan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Untuk mencapai tujuan tersebut, negara harus dapat mengembangkan suatu sistem nasional yang meliputi sistem kesejahteraan nasional, sistem ekonomi nasional, sistem politik nasional, sistem pendidikan nasional, sistem hukum dan peradilan nasional, sistem pelayanan kesehatan nasional, dan sistem keamanan nasional.
Keamanan nasional merupakan kondisi dinamis bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjamin keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan warga negara, masyarakat, dan bangsa, terlindunginya kedaulatan dan keutuhan wilayah negara, serta keberlangsungan pembangunan nasional dari segala Ancaman.
Secara akademik, keamanan nasional dipandang sebagai suatu konsep multidimensional yang memiliki empat dimensi yang saling berkaitan, yaitu dimensi keamanan manusia, dimensi keamanan dan ketertiban masyarakat, dimensi keamanan dalam negeri, dan dimensi pertahanan.

Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Untuk itu, dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntunan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. Upaya mewujudkan tujuan pembentukan Pemerintah Negara Indonesia, tegaknya kedaulatan, integritas nasional, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan terciptanya stabilitas nasional yang dinamis merupakan suatu persyaratan utama. Namun, sejalan dengan perkembangan zaman, proses globalisasi telah mengakibatkan munculnya fenomena baru yang dapat berdampak positif yang harus dihadapi bangsa Indonesia, seperti demokratisasi, penghormatan terhadap hak asasi manusia, tuntutan supremasi hukum, transparansi, dan akuntabilitas. Fenomena tersebut juga membawa dampak negatif yang merugikan bangsa dan negara yang pada gilirannya dapat menimbulkan Ancaman terhadap kepentingan dan keamanan nasional. Ancaman memiliki hakikat yang majemuk, berbentuk fisik atau nonfisik, konvensional atau nonkonvensional, global atau lokal, segera atau mendatang, potensial atau aktual, militer atau nonmiliter, langsung atau tidak langsung, dari luar negeri atau dalam negeri, serta dengan kekerasan senjata atau tanpa kekerasan senjata. Ancaman terhadap keamanan manusia meliputi keamanan ekonomi, pangan, kesehatan, lingkungan, personel, komunitas, dan politik. Ancaman terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat meliputi kriminal umum dan kejahatan terorganisasi lintas negara. Ancaman terhadap keamanan dalam negeri meliputi separatisme, terorisme, spionase, sabotase, kekerasan politik, konflik horizontal, perang informasi, perang siber (cyber), dan ekonomi nasional. Ancaman terhadap pertahanan meliputi perang takterbatas, perang terbatas, konflik perbatasan, dan pelanggaran wilayah.

Perlu diwaspadai bahwa Ancaman terhadap kepentingan dan keamanan nasional tidak lagi bersifat tradisional, tetapi lebih banyak diwarnai Ancaman nontradisional. Hakikat Ancaman telah mengalami pergeseran makna, bukan hanya meliputi Ancaman internal dan/atau Ancaman dari luar yang simetris (konvensional), melainkan juga asimetris (nonkonvensional) yang bersifat global dan sulit dikenali serta dikategorikan sebagai Ancaman dari luar atau dari dalam. Bentuk dan sifat Ancaman juga berubah menjadi multidimensional. Dengan demikian, identifikasi dan analisis terhadap Ancaman harus dilakukan secara lebih komprehensif, baik dari aspek sumber, sifat dan bentuk, kecenderungan, maupun yang sesuai dengan dinamika kondisi lingkungan strategis. Upaya untuk melakukan penilaian terhadap Ancaman tersebut dapat terwujud dengan baik apabila Intelijen Negara sebagai bagian dari sistem keamanan nasional yang merupakan lini pertama mampu melakukan deteksi dini dan peringatan dini terhadap berbagai bentuk dan sifat Ancaman, baik yang potensial maupun aktual. Guna mewujudkan hal tersebut, Personel Intelijen Negara harus mempunyai sikap dan tindakan yang profesional, objektif, dan netral. Sikap dan tindakan tersebut mencerminkan Personel Intelijen Negara yang independen dan imparsial karena segala tindakan didasarkan pada fakta dan tidak terpengaruh pada kepentingan pribadi atau golongan serta tidak bergantung pada pihak lain, tetapi semata-mata hanya untuk kepentingan bangsa dan negara. Intelijen Negara sebagai penyelenggara Intelijen sudah ada sejak awal terbentuknya pemerintahan negara Republik Indonesia dan merupakan bagian integral dari sistem keamanan nasional yang memiliki wewenang untuk menyelenggarakan fungsi dan melakukan aktivitas Intelijen berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Secara universal pengertian Intelijen meliputi:
a. pengetahuan, yaitu informasi yang sudah diolah sebagai bahan perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan;
b. organisasi, yaitu suatu badan yang digunakan sebagai wadah yang diberi tugas dan kewenangan untuk menyelenggarakan fungsi dan aktivitas Intelijen; dan

c. aktivitas, yaitu semua usaha, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan penyelenggaraan fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan.
Penyelenggaraan fungsi dan kegiatan Intelijen yang meliputi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan menggunakan metode kerja, seperti pengintaian, penjejakan, pengawasan, penyurupan (surreptitious entry), penyadapan, pencegahan dan penangkalan dini, serta propaganda dan perang urat syaraf. Sementara itu, keberadaan dan penyelenggaraan Intelijen Negara selama ini belum diatur dalam suatu undang-undang. Penyelenggara Intelijen Negara terdiri atas penyelenggara Intelijen Negara yang bersifat nasional (Badan Intelijen Negara), penyelenggara Intelijen alat negara, serta penyelenggara Intelijen kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian. Untuk mewujudkan sinergi terhadap seluruh penyelenggara Intelijen Negara dan menyajikan Intelijen yang integral dan komprehensif, penyelenggaraan Intelijen Negara dikoordinasikan oleh Badan Intelijen Negara. Keberadaan dan aktivitas Intelijen Negara tidak terlepas dari persoalan kerahasiaan. Dalam Undang-Undang ini, Rahasia Intelijen merupakan bagian dari rahasia negara yang memiliki Masa Retensi. Guna menunjang aktivitas Intelijen bertindak cepat, tepat, dan akurat, Badan Intelijen Negara diberikan wewenang untuk melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian informasi terhadap Setiap Orang yang berkaitan dengan kegiatan terorisme, separatisme, spionase, dan sabotase yang mengancam keamanan, kedaulatan, dan keselamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka mewujudkan akuntabilitas penyelenggaraan Intelijen Negara, pengawasan eksternal oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dilakukan oleh komisi yang khusus menangani bidang Intelijen dan dapat membentuk tim pengawas tetap.
Adanya Undang-Undang tentang Intelijen Negara sebagai payung hukum memberikan jaminan terhadap keseluruhan aktivitas Intelijen Negara, menjadikan Intelijen yang profesional di dalam diri, organisasi, dan dalam pelaksanaan tugasnya, serta senantiasa mengedepankan nilai-nilai demokrasi dan penghormatan terhadap hukum dan hak asasi manusia sebagai bentuk pertanggungjawaban kinerja Intelijen Negara kepada masyarakat, bangsa, dan negara.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud dengan “asas profesionalitas” adalah dalam menjalankan tugas dan fungsinya, setiap Personel Intelijen Negara mempunyai keahlian, kemampuan, dan komitmen sesuai dengan profesinya. Huruf b Yang dimaksud dengan “asas kerahasiaan” adalah dalam menjalankan tugas dan fungsinya, aktivitas Intelijen bersifat tertutup. Huruf c Yang dimaksud dengan “asas kompartementasi” adalah dalam menjalankan tugas dan fungsinya, aktivitas Intelijen terpisah satu sama lain, dan hanya diketahui oleh unit yang bersangkutan. Huruf d Yang dimaksud dengan “asas koordinasi” adalah proses harmonisasi hubungan fungsional dan upaya sinkronisasi serta sinergi dalam penyelenggaraan aktivitas Intelijen demi tercapainya tujuan. Huruf e Yang dimaksud dengan “asas integritas” adalah sikap penyelenggara Intelijen yang didasari pada ketulusan hati, kejujuran, setia, dan komitmen yang tinggi untuk mencapai keterpaduan, kesatuan, dan keutuhan.

Huruf f Yang dimaksud dengan “asas netralitas” adalah sifat atau sikap tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun, termasuk dalam kehidupan politik, partai, golongan, paham, keyakinan, dan kepentingan pribadi, tetapi semata-mata hanya untuk kepentingan bangsa dan negara. Huruf g Yang dimaksud dengan “asas akuntabilitas” adalah setiap aktivitas Intelijen terukur dan dapat dipertanggung-jawabkan sesuai dengan asas demokrasi dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Huruf h Yang dimaksud dengan “asas objektivitas” adalah sikap dan tindakan yang didasarkan pada fakta dan tidak dipengaruhi pendapat, pertimbangan, dan kepentingan pribadi atau golongan. Pasal 3 Yang dimaksud dengan “lini pertama” adalah terdepan dalam sistem keamanan nasional dengan menyajikan Intelijen secara cepat, tepat, dan akurat dalam rangka menjaga dan mempertahankan kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Ayat (1)
Fungsi Intelijen Negara diselenggarakan oleh berbagai lembaga pemerintah sesuai dengan tugas pokok masing-masing. Oleh sebab itu, tidak setiap penyelenggara Intelijen Negara melaksanakan ketiga fungsi Intelijen.

Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “pengamanan” meliputi pengamanan dalam arti pengamanan internal (fungsi organik) dan pengamanan dalam arti kontra-Intelijen. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pengucapan sumpah diawali dan diakhiri dengan kalimat yang berlaku sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Pasal 20 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Kode Etik Intelijen Negara yang ditetapkan oleh Badan Intelijen Negara bersifat umum yang digunakan sebagai pedoman penyusunan kode etik profesi bagi penyelenggara Intelijen Negara. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas.

Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pelindungan” meliputi pelindungan keamanan dan kesejahteraan.
a. Pelindungan keamanan dilakukan apabila Personel Intelijen Negara:
1. terbuka identitas operasi;
2. tertangkap; dan/atau
3. memberikan kesaksian dalam proses peradilan. Kesaksian Personel Intelijen Negara dilaksanakan dalam keadaan memaksa apabila bukti lain tidak terpenuhi. Kesaksian tersebut diberikan secara tertulis di bawah sumpah dan dibacakan oleh penyidik.
b. Pelindungan kesejahteraan dilakukan apabila Personel Intelijen Negara:
1. gugur, tewas, atau meninggal dunia;
2. hilang; dan/atau
3. cacat permanen sesuai dengan ketentuan.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan “keluarga” adalah:
a. istri, suami, dan anak, bagi yang sudah menikah; dan
b. orang tua kandung bagi yang belum menikah.
Pasal 25 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Masa Retensi termasuk Rahasia Intelijen yang sudah ada saat ini, dihitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan.

Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Masa Retensi berlaku kembali setelah proses pengadilan selesai. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “menyelenggarakan fungsi Intelijen di dalam negeri dan di luar negeri” termasuk membentuk unit organisasi struktural di daerah dan perwakilan di luar negeri. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “menyelenggarakan fungsi koordinasi Intelijen Negara” adalah di pusat dilakukan oleh Kepala Badan Intelijen Negara, dan di daerah dilakukan oleh Kepala Badan Intelijen Negara di daerah. Pasal 29 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas.

Huruf d Rekomendasi berisi persetujuan atau penolakan terhadap orang dan/atau lembaga asing tertentu yang akan menjadi warga negara Indonesia, menetap, berkunjung, bekerja, meneliti, belajar, atau mendirikan perwakilan di Indonesia dan terhadap transaksi keuangan yang berpotensi mengancam keamanan serta kepentingan nasional. Huruf e Yang dimaksud dengan “memberikan pertimbangan, saran, dan rekomendasi tentang pengamanan penyelenggaraan pemerintahan” adalah yang berkaitan dengan:
1. pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pejabat eselon I;
2. pemberian hak akses terhadap rahasia negara; dan
3. pengamanan internal yang meliputi pengamanan informasi, Personel Intelijen Negara, dan material.
Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “penyadapan” adalah kegiatan mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetik atau radio frekuensi, termasuk memeriksa paket, pos, surat-menyurat, dan dokumen lain. Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” adalah Undang-Undang ini.
Hasil penyadapan hanya digunakan untuk kepentingan Intelijen dan tidak untuk dipublikasikan.

Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Proses penetapan ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dengan memperhatikan prinsip kecepatan dan kerahasiaan. Pasal 33 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “Penyedia Jasa Keuangan” adalah perusahaan pembiayaan, perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi, dana pensiun lembaga keuangan, perusahaan efek, manajer investasi, kustodian, wali amanat, perposan sebagai penyedia jasa giro, pedagang valuta asing, penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu, penyelenggara e-money dan/atau e-wallet, koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam, pegadaian, perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditas, atau penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang. Data yang diberikan bank kepada Badan Intelijen Negara merupakan Rahasia Intelijen. Pasal 34 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “penggalian informasi” adalah upaya terakhir untuk mendapatkan informasi lebih lengkap dan akurat sebagai tindak lanjut dari informasi yang diperoleh sebelumnya, antara lain melalui pengintaian, penjejakan, pengawasan, penyurupan, pemeriksaan aliran dana, atau penyadapan. Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Rahasia Intelijen dapat dibuka untuk kepentingan pengawasan tim pengawas tetap Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan bersifat tertutup. Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5249