Kepulauan Nusantara semasa Perang Dunia II pernah terhubung dengan Jerman Nazi melalui armada kapal selam U-boat (Untersee Boot—arti harfiah: kapal bawah air). Penulis buku Magic Gecko, Horst Geerken, yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas, mengisahkan betapa puluhan U-boat menjelajahi lautan Nusantara yang menghubungkan Jerman dan Jepang.
”Armada U-boat bergerak dari Teluk Biskaya (Bay of Biscay, Perancis), Samudra Atlantik, melewati Afrika Selatan, Samudra Hindia, perairan Nusantara, lalu mengarungi Laut China Selatan menuju Kepulauan Jepang. Bahkan, ada U-boat dengan rute Eropa-Nusantara untuk mengangkut material strategis,” kata Geerken (78) yang mendapat tugas khusus dari Telefunken tahun 1960-an untuk membantu kampanye Ganjang Malaysia (Konfrontasi). Geerken minggu lalu mengunjungi Bogor, Jawa Barat.
Menurut Geerken, yang beberapa kali dijamu Bung Karno dengan sayur daun singkong dan tempe, ada sekitar 50 U-boat yang terdaftar beroperasi di perairan Nusantara. Pangkalan U-boat ada di Sabang Pulau Weh (Aceh), Pulau Penang (sekarang wilayah Malaysia), Batavia, dan Surabaya.
Jenis U-boat yang beroperasi di perairan Nusantara beragam. Bahkan, ada U-boat sepanjang 90 meter, yang mengangkut pesawat yang kemudian dirakit di Surabaya atau Jepang. Geerken dalam riset untuk buku terbarunya mencatat, ada U-boat yang mengangkut Messerschmitt Me-262 (pesawat jet tempur pertama di dunia) ke Jepang dan sejumlah pesawat terbang air Dornier, yang kemudian berpangkalan di Surabaya.
Awak U-boat memiliki fasilitas rekreasi dan pertanian kecil di kawasan Arca Domas, yang terletak tidak jauh dari pintu tol Gadog, Bogor. Di lokasi itu terdapat pemakaman militer Jerman, yang ditulis dalam buku The Pepper Trader, yang mengisahkan keluarga Helfrich yang berasal dari Hamburg, Jerman, pengusaha perkebunan di Hindia-Belanda pada masa Perang Dunia I.
Armada U-boat itu membawa bahan strategis, seperti wolfram, karet, dan kina, dari Hindia-Belanda. Wolfram adalah bahan campuran penting untuk industri senjata Jerman. Wolfram digunakan untuk memperkuat baja, terutama pelapis pada tank Jerman yang tersohor, seperti Panther, Jagdpanther, dan Konigstiger, yang tidak bisa ditandingi tank Inggris dan Amerika Serikat!
Sejarawan Didi Kwartanada mengakui, semasa Perang Dunia II memang ada keterlibatan Jerman yang terlupakan di Nusantara. ”Sewaktu Kerajaan Belanda diduduki Nazi Jerman pada Mei 1940, orang Jerman dan simpatisan Nazi di Hindia-Belanda (Partai NSB) ditangkap penguasa. Mereka ditawan di sejumlah tempat, seperti Ngawi, Jawa Timur,” ungkapnya.
Ironisnya, menurut Didi, ada orang Yahudi Jerman yang turut diringkus. ”Sandi yang digunakan untuk menangkap orang Jerman dan NSB adalah Operasi Berlin. Sempat terjadi huru-hara waktu penangkapan berlangsung,” ujarnya lagi.
Penangkapan itu terekam dalam buku Legiun Mangkunegara (1808-1942) terbitan Penerbit Buku Kompas yang mengisahkan prajurit Mangkunegara menjaga kamp tawanan warga Jerman di Ngawi.
U-boat, kata Didi, juga dipakai menyelundupkan tokoh nasionalis India, Subhan Chandra Bose, dari Jerman ke Jepang. Subhan yang juga dikenal sebagai tokoh nasional Indonesia sempat transit di Nusantara ketika itu.
Hitler mengenal Jawa
Mengapa Jerman mengerahkan sedemikian banyak U-boat di Nusantara menjadi pertanyaan menggelitik. Horst Geerken dalam risetnya menemukan nama Walther Hevel, seorang Jerman yang pernah bermukim di Jawa tahun 1926-1936. Hevel adalah tetangga sel Adolf Hitler sewaktu dipenjara tahun 1923 setelah percobaan kudeta yang gagal di Muenchen (Munich Putsch).
”Hevel juga menulis dalam bahasa Indonesia pada sejumlah catatannya. Hevel yang akrab dengan Hitler dan Menteri Luar Negeri Walther von Ribbentrop akhirnya diminta kembali ke Jerman tahun 1936 dan berdinas di seksi Asia di Kementerian Luar Negeri. Dari Hevel diperoleh banyak informasi soal Hindia-Belanda yang sangat kaya bahan mentah,” ujar Geerken.
Hevel memiliki kedekatan khusus dengan Jawa. Ayahnya pernah memiliki kebun cokelat di Jawa. (iwan santosa)
Sumber : Kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar